__________________________________________________________________________________

| Nawawi | Aqeedah | Fiqh | Anti Syirik | Galeri Buku | Galeri MP3 | U-VideOo |
__________________________________________________________________________________

Showing posts with label Akhlak. Show all posts
Showing posts with label Akhlak. Show all posts

Friday, March 13, 2009

094 - Hakikat Mencintai Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam

HAKIKAT CINTA KEPADA NABI MUHAMMAD
SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM

http://aqidah-wa-manhaj.blogspot.com/

Di antara bukti bahawa orang yang beriman itu cinta kepada Nabi Shallallahu ‘alaii wa Sallam adalah seagaimana berikut:

1 - Mengimani bahawa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah benar-benar utusan Allah untuk semua lapisan manusia dan jin.

Katakanlah: “Wahai manusia Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua”. (Surah al-A’raf, 7: 158)

Ibnu Utsaimin berkata: “Dan paling mulianya utusan Nabi Muhammad kerana Rasulullah bersabda: “Aku adalah penghulu keturunan Adam esok pada hari Kiamat” (Hadis Riwayat Bukhari: 4712) dan kerana para nabi solat di belakang Rasulullah pada waktu malam mi’roj (Syarah Lum’atul i’tiqod, 1/136)

2 - Membela sunnahnya.

Kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, nescaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya... (Surah Ali Imran, 3: 81)

3 - Menjalankan seruannya, dengan mengamalkan yang Wajib dan sunnah, serta meninggalkan yang haram dan yang makruh.

Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu... (Surah al-Anfal: 24)

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab berkata: ‘Adapun makna syahadat “wa ana Muhamaddan Rasulullah” ialah mentaati beliau dalam semua perintahnya, membenarkan semua beritanya dan menjauhi semua larangannya, serta tidak beribadah kecuali dengan syariatnya. (Ushul Tsalatsah, 24)

4 - Menjadikannya sebagai uswah (contoh/model) dalam segala urusan.

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu... (Surah al-Ahzab, 33 :21)

5 - Membenci orang yang dibenci oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sebagaimana diterangkan di dalam surah al-Mujadalah, 58: 22.

6 - Lebih mencintai Nabi berbanding kecintaan kepada dirinya dan orang lain.

Nabi itu (hendaklah) lebih utama bagi orang-orang mukmin dan diri mereka sendini ... (Surah al-Ahzab, 33: 6)

Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

Demi Dzat yang diriku di tangan-Nya, tidaklah sempurna iman salah satu di antara kamu sehingga aku lebih dicintai daripada ayah dan anaknya. (Hadis Riwayat al-Bukhari: 12)

7 - Mencintai orang yang dicintai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam

Sebagai contohnya, mencintai isteri-isterinya, keluarganya, dan sahabat-sahabatnya serta orang-orang yang berpegang kepada sunnah-nya.

Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) menikahi isteri-isterinya selama-lamanya setelah beliau Wafat... (Surah al-Ahzab, 33: 53)

Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

Janganlah kamu mencela sahabatku, seandainya salah satu di antara kamu berinfak sebesar gunung Uhud berupa emas, tidaklah mencapai walau pun satu mud salah satu di antara mereka dan tidak pula separuhnya. (Hadis Riwayat al-Bukhari: 3397)

8 - Beradab kepada Nabi dengan menyebut kedudukannya.

Orang yang hanya menyebut beliau dengan panggilan Muhammad, tidaklah memiliki adab, akan tetapi hendaklah memanggil dengan gelaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam atau Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain)... (Surah an-Nur, 24: 63)

Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata:

“Mereka itu berteriak memanggil Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dari jauh wahai Abul Qosim, akan tetapi hendaklah mereka memuliakannya.” (Tafsir al-Qurthubi, 12/294)

9 - Berpegang kepada manhajnya (jalan/prinsip) dan manhaj sahabatnya.

Dari al-Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

Kamu wajib mengikuti sunnahku dan sunnah khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk dan menunjukkah jalan yang benar, berpeganglah dengan sunnahnya dan gigitlah dengan gigi gerahammu. (Hadis Riwayat Abu Dawud: 3991, disahihkan oleh al-Albani, 2735)

Imam Ahmad rahimahullah berkata:

“Ushulus Sunnah (prinsip-prinsip Sunnah) menurut kita (ahlus sunnah wal jamaah) ialah berpegang teguh kepada sunnah sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan mengikuti jejak mereka dan meninggalkan bid’ah.” (Ushulus Sunnah, Imam Ahmad Riwayat Abdus bin Malik al-Athor, 1/25-26)

10 - Wajib menjauhi bid’ah dan membenci ahlinya.

Dari al-Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

Dan jauhkan dirimu dari perkara yang baru (dalam perkara agama) kerana setiap yang baru itu bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat. (Hadis Riwayat Abu Dawud: 3991, disahihkan oleh al-Albani, 2735)

- KEUTAMAAN CINTA KEPADA RASULULLAH -

Jika kita cinta kepada Nabi dengan kecintaan yang sebenar-benarnya, maka banyak faedah yang dapat kita ambil, di antaranya:

1 - Dikumpulkan bersama orang-orang yang mulia

Dan sesiapa yang mentaati Allah dan Rasul(-Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, iaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang soleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (Surah an-Nisa’, 41: 69)

2 - Dijamin memperoleh hidayah taufiq

Dan jika kamu taat kepada-Nya (Nabi Shallallahu ‘alahi wa Sallam), niscaya kamu mendapat petunjuk... (Surah an-Nur, 24: 54)

3 - Menjadi orang yang bertaqwa dan terhindar dari perbuatan syirik

Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya (orang Islam), mereka itulah orang-orang yang bertaqwa. (Surah az-Zumar, 39: 33)

Berkata Abdurrahman bin Zaid bin Aslam radhiyallahu ‘anhu: “Bahawa yang dimaksudkan dengan بالصدق adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan yang dimaksud وصدق به adalah orang Islam.”

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata:

“Bahawa yang dimaksud dengan المتقون mereka yang berhenti dari perbuatan syirik (Tafsir Ibnu Katsir 4/70)

4 - Dijamin masuk surga

Dari Abu Hurairoh radhiyallahu ‘anhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

Semua umatku masuk syurga kecuali orang yang enggan, mereka berkata: Wahai Rasulullah, siapa yang enggan? Beliau menjawab:

Barangsiapa taat kepadaku, dia masuk syurga dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku maka dia adalah orang yang enggan. (Hadis Riwayat al-Bukhari: 6737)

5 - Dijamin hidup bahagia

(Iaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Surah al-A’raf, 7: 157)

6 - Mencapai kesempurnaan iman

Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beniman sehingga mereka menjadikan kamu hakim (pemutus) dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap keputusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (Surah an-Nisa’, 4: 65)

7 - Allah memberi kemenangan

Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu berkata:

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda pada waktu perang Khaibar:

Sungguh aku esok akan menyerahkan bendera kepada orang yang Allah akan memenangkannya yang dia cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, dan Allah serta Rasul-Nya mencintainya. (Hadis Riwayat al-Bukhari: 2787)

- KESALAHAN DALAM MENCINTAI RASULULLAH -

Berikut adalah beberapa contoh pula orang yang mengaku dirinya cinta kepada Rasulullah namun sebenarnya tidak, bahkan sebenarnya telah merendahkan kedudukannya, misalnya:

1 - Mengunjungi kuburannya secara khusus

Misalnya orang yang berangkat haji ketika sampai di Madinah bukan mendahulukan solat Tahiyatul Masjid, akan tetapi mereka berebut untuk menziarahi makam/kubur Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Perkara ini jelas bertentangan dengan sabda Beliau:

Tidaklah digerakkan kenderaan itu melainkan untuk tiga ‘masjid, masjidil haram, masjidil Aqsha dan masjidku ini (masjid nabawi). (Hadis Riwayat al-Bukhari: 1858 dari Abu Sa’id alKhudri)

Adapun hadis yang menyebutkan: “Barangsiapa yang berhaji lalu dia menziarahi kuburanku setelah aku meninggal dunia, maka dia seperti menziarahiku pada masa hidupku. dan ada riwayat lain: barangsiapa menziarahi kuburanku dia pasti dapat syafaatku.” Hadis ini adalah hadis yang mungkar/maudhu’/palsu. (Rujukan: Muhtashor irwaul ghalil, 1/218)

2 - Bertawassul kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam setelah meninggal dunia dengan memanggilnya atau dengan menyebut kemuliaannya bagi tujuan memohon doa.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Sesungguhnya bertawassul bijahi (dengan kemuliaan) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, sama ada ketika beliau masih hidup atau sesudah meninggal dunia, ini adalah tawassul yang bid’ah, dilarang, kerana kemuliaan Rasulullah tidaklah bermanfaat melainkan pada diri beliau sendiri. (Fatawa al-Muhimmah, 1/100)

Ada pun alasan mereka dengan hadis, “Jika kamu mohon kepada Allah, maka mintalah kepada Allah dengan menyebut bijahi (kemuliaanku) sesungguhnya kemuliaanku itu agung” ini adalah hadis yang dusta (mungkar). (Majmu’ al-Fatawa Ibnu Taimiyah, 10/319)

3 - Mengamalkan bid’ah dengan alasan cinta kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak mengapa memakai hadis palsu yang penting untuk membela Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam

Hakikatnya, alasan seperti itu langsung tidak menunjukkan cinta kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, akan tetapi hanya menunjukkan bahawa mereka adalah golongan yang mencintai hawa nafsu dan menjauhkan umat dari mengikuti sunnah.

Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, kerana ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. (Surah Shad, 38: 26) dan bertentangan dengan firman Allah dalam surat (Surah al-Hasyr, 59: 7)

Al-Hafidh Abul Faroh Abdurrohman bin Rojjab al-Hambali berkata “Demikian juga amalan bid’ah, sesungguhnya bid’ah ini muncul kerana mendahulukan hawa nafsunya daripada cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.” (Tafsir Ibnu Rojjab al-Hambali 1/202)

4 - Mengadakan Majlis Memperingati maulud (Tarikh Kelahiran) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam

Sungguh aneh orang yang mengaku dirinya cinta kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam akan tetapi mengamalkan amalan yang tidak pernah dikerjakan oleh beliau (Shallallahu ‘alaihi wa Sallam) dan para sahabatnya, seperti mengadakan peringatan Maulud Nabi, Isra’ Mi’raj dan seumpamnanya.

Adalah suatu yang tidak benar (lagi batil) bahawa majlis maulud Nabi yang mereka adakan bertujuan memuliakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, akan tetapi hakikatnya adalah sebaliknya, mereka menghinanya, kerana acara di dalamnya tidak lepas dari kemungkaran. Sebagai contohnya: bercampurnya muda-mudi, nyanyian, bahkan membaca nasyid-nasyid yang merosakkan kedudukan beliau, mereka berbohong atas nama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dengan hadis dusta yang selalu dipasarkan melalui majlis-majlis tersebut, untuk meraih harta dengan jalan menipu, misalnya: “Barangsiapa yang mengagungkan hari kelahiranku, aku akan memberi syafa’at kepada-nya pada hari Kiamat.” dan “Barangsiapa berinfak satu dirham untuk memperingati hari ulang tahunku maka seperti berinfak sebesar gunung Uhud berupa emas.” (Lihat Kitab Sabilul Munji) Malah selain itu, turut disertakan dengan nanyian lagu-lagu marhaban dan berzanji yang penuh kesyirikan dan kedustaan kandungannya.

Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah Alu Syaikh berkata: Perayaan maulud nabi ini muncul pada abad ke-4 hijriah yang diadakan oleh Bani Ubaid al-Qoddah, mereka menamakan diri mereka dengan fathimiyyin (puak Syi’ah). Kesesatan mereka akhirnya dibongkar oleh ulama sunnah. Mereka ini tergolong daripada tarikat ismailiyah bathiniyah, dan tidak layak dijadikan ikutan. (Hakikah Syahadah “anna muhammadan Rasulullah”: 110)

Memperingati maulud Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah menyamai dengan orang Nasrani ketika merayakan hari natal (Krismas), isinya senda-gurau, dan acara maksiat lainnya. Tidak benar pelakunya mengaku cinta kepada Nabi, maka dengan itu janganlah tertipu dengan karya tulisan yang antaranya ditulis oleh Muhammad Alawy al-Maliki kerana ulama telah membantahnya, dan juga kitab “Membedah Hukum Peringatan Maulud Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, ditulis oleh K.H.Hasanuddin Abbdul Latief dan masih banyak lagi yang mereka tulis dalam rangka mematikan sunnah. Golongan seperti mereka ini harus dilenyapkan.

5 - Belebih-lebihan memuji Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Adapun contoh berlebih-lebihan dalam memuji Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah:

“Wahai Rasul yang paling mulia, tiada bagiku orang yang aku berharap kebaikan kepada-Nya melainkan engkau (wahai Nabi) pada saat terjadinya musibah.”

Bukankah perkataan ini menyekutukan Allah dengan utusan-Nya? Bukankah beliau pernah luka pada waktu perang Uhud? Bukankah beliau pernah di sihir oleh orang Yahudi? Bukankah Allah memerintah kita agar berharap kebaikan kepada Allah sahaja? Silakan merujuk surat al-Falaq, an-Nas, dan al-A’raf: 188.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

Janganlah kamu memujiku dengan berlebih-lebihan sebagaimana orang Nasrani berlebih-lebihan memuji (Isa) anak Maryam, sesungguhnya aku hamba-Nya, katakanlah: Hamba Allah dan merupakan Rasul-Nya. (Hadis Riwayat al-Bukhari: 3189 dari Sahabat Umar radhiyallahu ‘anhu)

“Janganlah kamu memujiku dengan cara yang bathil dan janganlah kamu melampaui batas memujiku sebagaimana orang Nasrani berlebih-lebihan memuji Isa sehingga mereka menggelarkannya sebagai tuhan.” (Syaikh DR. Soleh Fauzan al-Fauzan, Akidatut Tauhid Wabayanu Ma Yudhoduha Minas Syirkil Akbar Wal Ashghor: 151)

6 - Mengadakan/Mereka-cipta bentuk-bentuk selawat yang bid’ah

Membaca selawat Nabi adalah perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala:

Wahai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepada-Nya. (Surah al-Ahzab, 33: 56)

Nabi telah mengajarkan umatnya selawat yang benar (mengikut tatacaranya yang syar’i), namun pada masa ini telah kita jumpai sebahagian kaum muslimin membuat (mereka cipta) selawat kepada Nabi mengikut hawa nafsunya, sebagai contoh, selawat yang bid’ah karya Syaikh dari Lebanon:

“Ya Allah berkahilah Muhammad sehingga Engkau jadikan darinya sifat ke-esaan dan pengurus makhluk.”

Selawat bid’ah dari Syiria:

“Ya Allah berkahilah Muhammad yang dari cahayanya Engkau ciptakan segala sesuatu.”

Selawat Fatih

“Ya Allah berkahilah Muhammad sang pembuka terhadap yang tertutup.”

(Rujuk: Minhajul firqotun najiah: 116- 117, Syaikh Jamil Zainu)

Apabila kita memahami makna-makna selawat yang tersebut di atas, sungguh mereka telah menjadikan Nabi memiliki sifat ilahiyah (ketuhanan). Na’udzu billahi min dzalik.

7 - Risalah Nabi hanya untuk bangsa Arab

Sebagian tokoh yang menamakan dirinya muslim pencinta Nabi berpendapat bahawa risalah beliau hanya untuk bangsa Arab. Janggut bukan ajaran Islam tetapi adab orang Arab, poligami adab orang Arab. Perkataan ini muncul dari kalangan orang-orang yang berkepentingan tertentu dan khuwatir kehilangan kedudukannya. Secara tidak sedar, mereka menolak ayat:

Katakanlah, wahai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kamu semua (sekalian manusia)... (Surah al-A’raf, 7: 158)

8 - Beranggapan bahawa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengetahui persoalan ghaib, memiliki kekuatan ilahiyah (ketuhanan) sehingga mereka beristighotsah (berdoa/memohon kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam) dan menyatakan hajatnya kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam

Ini bukanlah suatu contoh sikap cinta kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam akan tetapi mempermainkan kedudukannya.

Katakanlah (wahai Nabiyullah kepada mereka): “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudhoratan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudhoratan...” (Surah al-A’raf, 7: 188)

9 - Menolak sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dengan alasan belum sampai masanya untuk diamalkan atau mencegah keresahan umat.

Sebagian kaum muslimin mengaku cinta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, akan tetapi bila dibacakan al-Qur’an atau as-Sunnah yang kurang berkenan di hatinya mereka menolaknya, dengan alasan belum waktunya atau menjaga persatuan umat atau dengan alasan hawa nafsu lainnya.

Al-Hafidh Abul Faroh Abdurrahman bin Rejab al-Hambali berkata: “Semua kemaksiatan muncul kerana mendahulukan mengikuti hawa nafsunya daripada mencintai Allah dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahawa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka)... (Surah al-Qashas, 28: 50).” (Tafsir Ibnu Rojjab al-Hambali, 1/202)

Semoga dengan sedikit penjelasan ini, Allah sentiasa memberi petunjuk kepada kita semua kaum muslimin ke jalan yang dinidhai-Nya, menjadi hamba yang cinta kepada-Nya dan mengikuti sunnah Nabi-Nya.

Sunday, February 24, 2008

048 - AKHLAK DAN BUDI PEKERTI AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

AKHLAK DAN BUDI PEKERTI AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

Ahlus Sunnah wal Jama’ah selalu memperindah din mereka dengan akhlaqul karimah dan budi pekerti yang mulia yang merupakan penyempurna akidah. Dan di antara buahnya adalah:

1. Selalu ber-amar ma’ruf dan nahi munkar, sebagaimana Allah s.w.t. ungkapkan tentang mereka, Allah s.w.t. berfirman,

“Kamu adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk umat manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran dan kamu beriman kepada Allah.” (Ali Imran: 110).

Ma’ruf adalah sebutan untuk segala sesuatu yang dicintai oleh Allah, seperti iman dan amal soleh. Sedangkan Munkar (kemungkaran) adalah sebutan untuk segala sesuatu yang tidak disukai Allah dan dicegah-Nya, berdasarkan bimbingan syariat agama, iaitu dengan tangan, lalu dengan lisan dan kemudian dengan hati sesuai dengan kemampuan dan maslahat. Ini tentu sangat berbeza dengan kelompok Mu’tazilah yang berpandangan bahawa amar ma’ruf dan nahi munkar itu adalah keluar (membelot dan menentang) dari para pemimpin (pemerintah).

2. Ahlus Sunnah berpandangan: melaksanakan ibadah haji, solat juma’at dan solat ‘ied itu harus dilaksanakan bersama para umara’, sama ada mereka sebagai orang soleh ataupun sebagai orang fajir; dan mereka berkeyakinan bahawa kewajiban penegakkan syi’ar ini (amar ma’ruf dan nahi munkar) dilakukan bersama barisan pemerintah kaum muslimin, yang soleh ataupun fajir, apakah mereka adalah orang-orang yang soleh konsisten kepada din mahupun fasik yang kefasikannya tidak sampai menyebabkan keluarnya dari Islam, (yang demikian itu) demi persatuan dan menghindari perpecahan dan perselisihan, dan juga kerana pemimpin yang fasik itu tidak boleh diturunkan dari jabatannya kerana kefasikannya dan tidak boleh membangkang terhadap dia, sebab akan berakibat hilangnya hak-hak dan ditakuti boleh mengakibatkan berlakunya pertumpahan darah.

Syaikhul Islam lbnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Hampir tidak ada suatu kelompok yang rnembangkang terhadap pemimpin (penguasa) melainkan pembangkangannya itu menimbukan kerosakan yang lebih besar daripada usaha pembaikannya. Sedangkan Ahlul Bid’ah berpandangan, para penguasa wajib diperangi dan ditentang (khuruj) apabila mereka melakukan kezhaliman atau telah diduga melakukan kezhaliman. Mereka berpandangan demikian sebagai wujud dari amar ma’ruf dan nahi munkar.

3. Di antara ciri Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah mereka selalu memelihara jamaah, melaksanakan solat wajib secara berjamaah (di masjid), melaksanakan solat Juma’at dan lain-lain, ini adalah kerana hal-hal tersebut merupakan syi’ar-syi’ar Islam yang paling agung, ketaatan kepada Allah, dan Rasul-Nya.

4. Mereka selalu memberikan nasihat kepada umat, kerana mereka memandang nasihat merupakan sebahagian dari Dinul Islam. Nasihat adalah keinginan tercapainya kebaikan bagi yang diberi nasihat dan membimbingnya menuju kemaslahatannya.

Jadi, Ahlus sunnah wal Jama’ah selalu menghendaki kebaikan bagi umat dan membimbing mereka menuju apa yang menjadi maslahat baginya.

5. Termasuk ciri dan sifat Ahlus sunnah adalah saling tolong menolong di dalam kebajikan dan bersimpati terhadap penderitaan orang lain sesama mereka. Mereka benar-benar meyakini makna sabda Rasulullah s.a.w.,

“Seorang rnukmin terhadap saudara mukmin lainnya adalah bagaikan satu bangunan yang sebahagiannya rnenguatkan sebahagian yang lain.” Beliau bersabda sambil merangkai jari-jari tangan beliau yang satu kepada jari-jari tangannya yang lain.” (Muttafaq alaih)

Sabda beliau juga,

“Perumpamaan kaum mukmin di dalam saling cinta-mencintai, sayang menyayangi dan saling tenggang rasa adalah bagaikan satu batang tubuh, apabila satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh turut merasakan sakit dan tidak boleh tidur.” (Muttafaq alaih)

6. Ciri Ahlus Sunnah juga adalah keteguhan pendirian di dalam pelbagai cubaan, mereka menyuruh bersabar di kala mendapat cubaan dan ujian, bersyukur di saat senang, dan redha terhadap pahitnya ketentuan Allah.

Sabar ketika mendapat cubaan adalah menahan diri dari rasa sedih, menahan lisan dari keluhan dan rasa tidak rela, menahan anggota tubuh (tangan), dan perbuatan (jahiliyah, seperti) memukul-mukul pipi dan merobek-robek baju di bagian dada.

Bala’ adalah ujian berbentuk musibah dan kesengsaraan.

Bersyukur di saat senang, ertinya menggunakan nikmat yang dikurniakan Allah pada jalan ketaatan kepada-Nya.

Kelapangan atau kesenangan yang dimaksudkan adalah berlimpah-ruahnya kenikmatan.

Redha terhadap getirnya Qadha’ (ketetapan) Allah. Ertinya, kita tidak murka dan murung kerananya.

Qadha’ ertinya kehendak Allah yang berhubung dengan segala sesuatu sebagaimana adanya.

Murr al-Qadha’ (getirnya/beratnya/oayahnya ketetapan), ertinya segala sesuatu yang tidak disukai yang menimpa pada seseorang, seperti sakit, kemiskinan, gangguan orang lain, panas, dingin, dan bencana-bancana lainnya.

7. Ahlus Sunnah sangat memperlihatkan akhlaqul Karimah. Mereka mempercantik diri dengan akhlak mulia dan mengajak orang lain untuk berakhlak mulia. Mereka mengajak kepada amal-amal yang terbaik, seperti keberanian, kejujuran dan amanah. Mereka sangat meyakini sabda Rasulullah s.a.w.:

“Orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah mereka yang paling baik akhlaknya.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan at-Tirmidzi, at-Tirmidzi menyatakan ia Hasan Sahih)

Mereka benar-benar meyakini hadis tersebut dan mengamalkan kandungannya.

Dalam hadis tersebut, أحسنهم خالقا ia membawa erti: yang lembut, lebih ramah, dan lebih indah akhlaknya.

Ahlus Sunnah mengajak untuk bermuamalat (bergaul) dengan sesama manusia dengan cara yang terbaik, memberikan hak-hak kepada pemiliknya, dan mereka juga melarang sifat-sifat tersela, seperti sombong (takabbur) dan mengganggu orang lain. Mereka menyerukan kepada anda agar menjalin silaturrahmi dengan orang yang memutus hubungan dengan anda. Maksudnya adalah berlaku baik terhadap orang yang berlaku buruk kepada anda; memberi kepada orang yang bakhil kepada anda. Anda keluarkan pemberian, berupa pemberian sukarela, hadiah, dan lain-lain, kepada orang yang meemrlukan terhadpa anda. Perbuatan seperti itu termasuk ihsan; dan anda juga memaafkan orang yang menzalimi anda, sama ada terhadap harta, darah, atau pun kehormatan, kerana sikap seperti itu dapat menimbulkan rasa cinta dan kasih dari pelaku kezaliman itu dan mendatangkan pahala dari Allah.

Ahlus Sunnah memerintahkan apa yang diperintahkan oleh Allah, seperti memberikan hak kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Mereka mengajak untuk berbakti kepada ibu bapa (kedua orang tua) dengan cara patuh kepada mereka di dalam masalah yang tidak berupa kemaksiatan, berbuat baik kepada mereka dalam bentuk ucapan da perbuatan; bersilaturrahmi, yakni berbuat baik kepada kaum kerabat yang dekat, sama ada terhadap tetangga dengan mengorbankan kebaikan dan tidak mengganggu mereka; dan berbuat ihsan kepada anak-anak yatim, dengan cara mengelola dan membina keadaan mereka dan harta mereka serta berbelas kasih kepada mereka. Juga berbuat ihsan kepada kaum dhu’afa (fakir dan miskin) dengan cara memberi sedekah dan bersikap ramah kepada mereka; berbuat ihsan kepada musafir, ramah kepada apa saja yang dimiliki, termasuk kepada haiwan ternak sendiri. Ramah atau ebrsikap lembut itu lawan dari sikap kasar.

Ahlus Sunnah mencegah sikap membangga-banggakan diri, sombong dan zalim. Maksud membangga-banggakan diri dan sombong adalah membangga-banggakan kehormatan dan kelebihan, seperti kedudukan dan keturunan. Zalim ertinya, penganiayaan terhadap orang lain dan mempersendakannya, seperti mereka lebih mulia daripada orang lain dan menganggap remeh mereka serta menyakiti mereka dengan haq ataupun tidak haq. Sebab, orang yang melecehkan/memperkecilkan orang lain dengan haq maka ia telah berbangga diri; dan jika melecehkan dengan cara tidak haq maka ia telah berbuat zalim. Kedua-duanya tidak boleh dilakukan.

Ahlus Sunnah sangat mengajak kepada akhlak yang mulia, iaitu akhlak yang terpuji dan melarang akhlak yang buruk dan perendahan.

Semua apa yang dikatakan dan dikerjakan oleh Ahlus Sunnah dan apa yang mereka perintahkan dan apa yang mereka larang sebagaimana tersebut di atas dan hal-hal yang tidak disebutkan, semuanya mereka ambil dari al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah s.a.w., mereka sama sekali tidak mengada-ada (melakukan bid’ah) dari sisi mereka sendiri dan tidak bertaklid kepada siapa-siapa, sebab Allah s.w.t. telah berfirman,

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapa, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak rnenyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (An-Nisa’: 36)

Hadis-hadis di atas yang semakna dengan ayat di atas sangat banyak sekali, di antaranya adalah yang telah tersebut di atas.

Keunggulan Ahlus Sunnah wal Jama’ah Yang Teragung

Iaitu bahawa jalan mereka adalah al-Islam. Islamlah mazhab dan jalan mereka menuju Allah di saat terjadi iftiraq (perpecahan) sebagaimana telah diberitakan oleh Rasulullah s.a.w. yang akan terjadi pada umat ini; mereka konsisten kepada Islam dan mereka menjadi golongan yang selamat (firqah Najiyah) di antara firqah-firqah yang ada, dan mereka pulalah jamaah yang konsisten berpegang teguh kepada ajaran yang dianut oleh Rasulullah s.a.w. dan para sahabatnya, iaitu Islam yang murni dari segala noda syirik dan bid’ah. Maka dari itu mereka berhak menyandang julukan “Ahlus Sunnah wal Jama’ah”, dan di antara mereka ada orang-orang yang shiddiq yang benar-benar telah mencapai peringkat kejujuran dan keimanan, ada syuhada yang gugur di jalan Allah dan orang-orang soleh yang banyak mempunyai amal soleh. Di antara mereka juga ada yang sebagai tokoh-tokoh panutan/ikutan, lentera terang di kegelapan malam yang mempunyai banyak kelebihan dan keunggulan.

Jadi, di dalam Ahlus Sunnah terdapat para tokoh ulama terkemuka yang mempunyai segala sifat terpuji, sama ada secara teori (ilmu) mahupun amalan. Terdapat pemuka-pemuka agama di dalam Ahlus Sunnah, seperti empat tokoh panutan/ikutan terkemuka (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam asy-Syafi’i dan Imam Ahmad) berserta lain-lainnya. Merekalah golongan yang mendapat pertolongan Allah (ath-Tha’ifah al-Manshurah). Maksudnya: Ahlus Sunnahlah ath-Tha’ifah al-Manshurah yang disebut di dalam hadis, “Akan tetap ada segolongan dari umatku...” yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim.

Akhirnya, kami memohon kepada Allah s.w.t. semoga Dia membela agama-Nya dan meninggikan kalimah-Nya dan mengalahkan musuh-musuhnya.