__________________________________________________________________________________

| Nawawi | Aqeedah | Fiqh | Anti Syirik | Galeri Buku | Galeri MP3 | U-VideOo |
__________________________________________________________________________________

Tuesday, August 28, 2007

011 - PERBAHASAN TENTANG IMAN (Bahagian Dua)

PERBAHASAN TENTANG IMAN

[Bahagian Kedua]

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gementarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (kerananya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (iaitu) orang-orang yang mendirikan solat dan yang menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya.” (al-Anfal 8: 2-4)

“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia.” (al-Anfal 8: 74)

Dalam ayat-ayat yang pertama, Allah menyebutkan orang-orang yang lembut hatinya dan takut kepada Allah s.w.t. ketika nama-Nya disebut, keyakinan mereka bertambah dengan mendengar ayat-ayat Allah. Mereka tidak mengharapkan kepada selain-Nya, tidak menyerahkan hati mereka kecuali kepada-Nya, tidak pula meminta hajat kecuali kepada-Nya. Mereka mengetahui, Dialah semata yang mengatur kerajaan-Nya tanpa ada sekutu. Mereka menjaga perlaksanaan seluruh ibadah fardhu dengan memenuhi syarat, rukun dan sunnahnya. Mereka adalah orang mukmin yang benar-benar beriman. Allah menjanjikan mereka darjat yang tinggi di sisi-Nya, sebagaimana mereka juga memperoleh pahala dan ampunan-Nya.

Kemudian dalam ayat yang kedua, Allah menyifati para sahabat Rasulullah s.a.w., baik Muhajirin mahupun Anshar dengan iman yang sebenar-benarnya, kerana iman mereka yang kukuh dan amal perbuatan mereka yang menjadi buah dari iman tersebut.

Telah kita ketahui bersama lafaz iman, baik secara bahasa mahupun menurut istilah. Sebagaimana kita juga mengetahui bahawa mazhab Ahlus sunnah wal Jama’ah memasukkan amal ke dalam makna iman, dan bahawa iman itu boleh bertambah, juga boleh berkurang. Bertambah kerana bertambahnya amal soleh dan keyakinan dan berkurangnya kerana kurangnya hal yang tersebut juga. Kemudian kita juga mengetahui sebahagian besar dalil-dalilnya.

Berikut ini kita akan menambah keterangan tentang makna Islam dan iman.

ISLAM DAN IMAN

Di dalam Islam dan iman terkumpul agama secara keseluruhan. Sebagaimana Nabi s.a.w. membezakan makna Islam, iman, dan ihsan. Dalam hadis Jibril a.s., Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahawa ia berkata:

Ketika Rasulullah s.a.w. pada suatu hari keluar berkumpul bersama-sama para sahabat, tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih dan rambutnya sangat hitam. Pada dirinya tidak tampak bekas dari perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Kemudian ia duduk di hadapan Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam, lalu mendempetkan kedua lututnya ke lutut Nabi, dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya, kemudian berkata: “Wahai Muhammad, terangkanlah kepadaku tentang Islam.” Kemudian Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam menjawab: “Islam yaitu: hendaklah engkau bersaksi tiada sesembahan yang haq disembah kecuali Alloh dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Alloh. Hendaklah engkau mendirikan sholat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Romadhon, dan mengerjakan haji ke rumah Alloh jika engkau mampu mengerjakannya.” Orang itu berkata: “Engkau benar.” Kami menjadi heran, karena dia yang bertanya dan dia pula yang membenarkannya. Orang itu bertanya lagi: “Lalu terangkanlah kepadaku tentang iman”. (Rosululloh) menjawab: ”Hendaklah engkau beriman kepada Alloh, beriman kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para utusan-Nya, hari akhir, dan hendaklah engkau beriman kepada taqdir yang baik dan yang buruk.”Orang tadi berkata: “Engkau benar.” Lalu orang itu bertanya lagi: ”Lalu terangkanlah kepadaku tentang ihsan.” (Beliau) menjawab: “Hendaklah engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya. Namun jika engkau tidak dapat (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihat engkau.” Orang itu berkata lagi: “Beritahukanlah kepadaku tentang hari kiamat.” (Beliau) mejawab: “Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya.” Orang itu selanjutnya berkata: “Beritahukanlah kepadaku tanda-tandanya.” (Beliau) menjawab: ”Apabila budak melahirkan tuannya, dan engkau melihat orang-orang Badui yang bertelanjang kaki, yang miskin lagi penggembala domba berlomba-lomba dalam mendirikan bangunan.” Kemudian orang itu pergi, sedangkan aku tetap tinggal beberapa saat lamanya. Lalu Nabi shollallohu ’alaihi wasallam bersabda: “Wahai Umar, tahukah engkau siapa orang yang bertanya itu ?”. Aku menjawab: “Alloh dan Rosul-Nya yang lebih mengetahui.” Lalu beliau bersabda: “Dia itu adalah malaikat Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.” (Hadis Riwayat Bukhari, Kitab al-Iman, Bab Su’alu Jibril an-Nabi s.a.w. wa anil Iman wal Islam wal Ihsan, no. 50)

ISLAM

Rasulullah s.a.w. banyak menamakan beberapa perkara dengan sebutan Islam, umpamanya: taslimul qalbi (penyerahan hati), Salamatunnas minal lisan wal yad (tidak menyakiti orang lain dengan lisan dan tangan), memberi makan, serta ucapan yang baik. Semua perkara ini, yang disebut Rasulullah sebagai Islam mengandungi nilai penyerahan diri, ketundukan dan kepatuhan yang nyata.

Hukum Islam terwujud dan terbukti dengan dua kalimat syahadat, menegakkan solat, membayar zakat, puasa Ramadhan dan menunaikan haji ke baitullah. Ini semua adalah syi’ar-syi’ar Islam yang paling tampak. Seseorang yang melaksanakannya bererti sempurnalah penghambaannya. Apabila ia meninggalkannya bererti ia tidak tunduk dan berserah diri.

Lalu penyerahan hati, yakni redha dan taat, dan tidak mengganggu orang lain, baik dengan lisan atau tangan, ia menunjukkan adanya rasa ikatan ukhuwah imaniyah. Sedangkan tidak menyakiti orang lain merupakan bentuk ketaatan menjalankan perintah agama, yang memang menganjurkan kebaikan dan melarang menganggu orang lain serta memerintahkan agar mendermakan dan menolong serta mencintai perkara-perkara yang baik. Ketaatan seseorang dengan berbagai hal tersebut juga hal lainnya adalah termasuk sifat terpuji, yakni jenis kepatuhan dan ketaatan, dan ia merupakan gambaran yang nyata tentang Islam. Hal-hal tersebut mustahil dapat terwujud tanpa pemebenaran hati (iman). Dan berbagai hal itulah yang disebut sebagai Islam.

IMAN


Kita telah mengetahui jawaban Rasulullah s.a.w. dalam hadis Jibril a.s. Beliau juga menyebut hal-hal lain sebagai iman, seperti akhlak yang baik, bermurah hati, sabar, cinta Rasul s.a.w., cinta sahabat, rasa malu dan sebagainya. Itu semua adalah iman yang merupakan pembenaran batin. Tidak ada sesuatu yang mengkhususkan imam untuk hal-hal yang bersifat batin belaka. Justeru yang ada adalah dalil yang menunjukkan bahawa amal-amal lahiriyah juga disebut iman. Sebahagiannya adalah apa yang telah disebut Rasulullah s.a.w. sebagai Islam.

Beliau telah menafsirkan iman kepada utusan Bani Abdil Qais dengan penafsiran Islam yang ada dalam hadis Jibril. Sebagaimana yang ada dalam hadis syu’abul iman (cabang-cabang iman). Rasulullah s.a.w. bersabda, “Yang paling tinggi adalah ucapan, “La ilaha illallah” dan yang paling rendah adalah “menyingkirkan gangguan dari jalan.” Padahal apa yang terdapat di antara keduanya adalah amalan lahiriyah dan batiniyah.

Sudah diketahui bersama bahawa beliau tidak memaksudkan hal-hal tersebut menjadi iman kepada Allah tanpa disertai iman dalam hati, sebagaimana telah dijelaskan dalam banyak dalil syar’i tentang pentingnya iman dalam hati.

Jadi syi’ar-syi’ar atau amalan-amalan yang bersifat lahiriyah yang disertai dengan iman dalam dada itulah yang disebut iman. Dan makna Islam mencakup pembenaran hati dan amalan perbuatan, dan itulah istislam (penyerahan diri) kepada Allah.

Berdasarkan ulasan tersebut maka dapat dikatakan, sesungguhnya sebutan Islam dan iman apabila bertemu dalam satu tempat maka Islam ditafsirkan dengan amalan-amalan lahiriyah, sedangkan iman ditafsirkan dengan keyakinan-keyakinan batin. Tetapi, apabila dua istilah ini dipisahkan atau disebut sendiri-sendiri (secara berasingan), maka yang ditafsiri dengan yang lain. Ertinya Islam itu ditafsiri dengan keyakinan dan amal, sebagaimana halnya iman juga ditafsiri demikian.

Keduanya adalah wajib, redha Allah tidak dapat diperoleh dan siksa Allah tidak dapat dihindarkan kecuali dengan kepatuhan lahiriyah disertai dengan keyakinan batiniyah. Jadi tidak sah pemisahan antara keduanya.

Seseorang tidak dapat menyempurnakan iman dan Islam-nya yang telah diwajibkan ke atasnya kecuali dengan mengerjakan perintah dan menjauhkan diri dari larangan-Nya. Sebagaimana kesempurnaan tidak mengharuskan sampainya pada puncak yang dituju, kerana adanya bermaca-macam tingkatan sesuai dengan tingginya kuantiti dan kualiti amal serta keimanan.

Wallahu a’lam!...

RUKUN IMAN DAN CABANG-CABANGNYA

Rukun-Rukun Iman

أركان bentuk jama’ dari ركن ا لشيء، ركنbererti sisi sesuatu yang paling kuat. Sedang yang dimaksudkan rukun iman adalah sesuatu yang menjadi sendi tegaknya iman.

Rukun iman ada enam:

1 – Iman kepada Allah.

2 – Iman kepada para malaikat

3 – Iman kepada kitab-kitab samawiyah

4 – Iman kepada para rasul

5 – Iman kepada hari akhir

6 – Iman kepada takdir Allah, yang baik mahupun yang buruk.

Dalilnya adalah jawaban Rasulullah s.a.w. ketika Jibreel a.s. bertanya padanya tentang iman:

“Engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, kepada Hari Akhir dan engkau beriman kepada takdir, yang baik mahupun yang buruk.” (Hadis Riwayat Bukhari, I/19,20, dan Muslim, I/37)

Cabang-Cabang Iman

الشعب adalah bentuk jama’ dari شعبهyang ertinya segolongan dan sekelompok dari sesuatu. Sedangkan شعب الايمانadalah cabang-cabang iman yang bermacam-macam, jumlahnya banyak, lebih dari 72 cabang. Dalam hadis lain disebutkan bahawa cabang-cabangnya lebih dari 70 buah.

Dalil cabang-cabang iman adalah hadis Muslim dari Abu Hurairah r.a., rasulullah s.a.w bersabda;

“Iman itu tujuh puluh cabang lebih atau enam puluh cabang lebih; yang paling utama adalah ucapan “La ilaha illallah” dan yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan (kotoran) dari tengah jalan, sedangkan rasa malu itu (juga) salah satu cabang dari iman.” (Hadis Riwayat Muslim, I/63)

Beliau s.a.w. menjelaskan bahawa cabang yang paling utama adalah tauhid, yang wajib bagi setiap orang, yang mana tidak satu pun cabang iman itu menjadi sah kecuali sesudah sahnya tauhid tersebut. Adapun cabang iman yang paling rendah adalah menghilangkan sesuatu yang mengganggu kaum muslimin, di antaranya dengan menyingkirkan duri atau batu dari jalan mereka. Lalu, di antara ke dua cabang tersebut terdapat cabang-cabang lain seperti cinta kepada Rasulullah s.a.w., cinta kepada saudara muslim seperti mencintai diri sendii, jihad, dan sebagainya. Beliau tidak menjelaskan cabang-cabang iman secara keseluruhan, maka para ulama berijtihad menetapkannya. Al-Hulaimi, pengarang kitab al-Minhaj menghitungnya ada 77 cabang, sedangkan al-Hafidz Abu Hatim Ibnu Hibban menghitungkanya ada 79 cabang iman.

Sebahagian dari cabang-cabang iman itu ada yang berupa rukun dan ushul, yang dapat menghilangkan iman manakala ia ditinggalkan, seperti mengingkari adanya hari akhir... (rujuk at-Taghabun 64: 7), dan sebahagiannya lagi tidak membuat hilangnya iman, sekalipun tetap menurunkan qadar iman dan membuat fasik (maksiat), seperti tidak memuliakan tetangga.

Terkadang pada diri sesorang terdapat cabang-cabang iman dan juga cabang-cabang nifaq (kemunafikan). Maka dengan cabang-cabang nifaq itu ia berhak mendapatkan siksa, tetapi tidak kekal di neraka, kerana di hatinya masih terdapat cabang-cabang iman. Siapa yang seperti ini kondisinya (keadaannya) maka ia tidak boleh disebut sebagai mukmin yang mutlak, yang terkait dengan janji-janji tentang syurga, rahmat di akhirat dan selamat dari siksa. Sementara orang-orang mukmin yang mutlak juga berbeza-beza dalam tingkatannya.

Wallahu a’lam...

No comments: