http://aqidah-wa-manhaj.blogspot.com
Dari imam Ahmad bin Hanbal (katanya):
Dasar ahlus sunnah menurut kami adalah,
21 – Beriman terhadap syafa’at Nabi shalallahu ‘alaihi wa Sallam dan suatu kaum yang dikeluarkan dari api neraka setelah terbakar dan menjadi arang, kemudian mereka diperintahkan menuju sungai di depan syurga bersesuaian dengan kehendak Allah, sebagaimana dalam atsar. Dan kita mengimani dan membenarkannya.
22 - Beriman bahawa al-Masih ad-DajjaI akan keluar, tertulis di antara kedua matanya “kaafir”. Dan beriman terhadap hadis-hadis berkenaan dengannya dan bahawa perkara tersebut pasti akan terjadi.
23 - Dan bahawa Isa bin Maryam ‘alaihis Salam akan turun lalu membunuhnya di pintu Lud.
24 - Iman adalah perkataan dan perbuatan, dapat bertambah dan berkurang sebagaimana dalam hadit:
“Orang yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (Hadis sahih dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud dan selainnya (Lihat: ash-Shahihah, 284))
25 - Barangsiapa meninggalkan solat maka dia telah kafir. Dan tidak ada suatu amalan apa pun yang apabila ditinggalkan maka akan menyebabkan kekafiran melainkan solat. Maka barangsiapa yang meninggalkannya maka ia telah kafir dan Allah telah menghalalkannya untuk dibunuh.
Penjelasan/Syarah:
Hadis berkenaan syafa’at Nabi shalallahu ‘alaihi wa Sallam antaranya adalah,
Hadis dari hadis Abi Sa’id yang diriwayatkan oleh al-Bukhari (6560) dan Muslim (184), (Muttafaqun ‘alaihi).
lbnu Abi ‘Ashim berkata: “Dan hadis-hadis yang kami riwayatkan dari Nabi berkenaan dengan keutamaan syafa’at yang Allah berikan kepadanya dan izin Allah kepadanya untuk memberikan syafa’at kepada orang-orang yang akan diberinya syafa’at adalah hadis-hadis yang tsabit (benar adanya) yang mewajibkan untuk mengetahui hakikat kandungan apa yang kami ceritakan. Dan orang yang menghalangi (menjauhkan manusia) dari hadis-hadis mutawatir yang wajib diketahui adalah kafir. Semoga Allah menjadikan kita dan setiap orang yang beriman dan mereka yang turut mengharapkannya adalah termasuk orang-orang yang memperolehinya.” (As-Sunnah hal. 385). Dan hadis-hadis tentang syafa’at mutawatir. Lihat ta’Iiq terhadap Aqidah ath-Thahawiyyah hal. 30 dan syarahnya hal. 229 serta kitab asy-Syafaa’ah karya Syeikh Muqbil)
Berkenaan keluarnya dajjal, hadisnya adalah Muttafaqun ‘alaihi iaitu dari hadis Anas dan selainnya secara marfu’. Di dalamnya:
“Tidaklah Allah mengutus seorang nabi melainkan ia telah memperingatkan kaumnya dari orang yang buta sebelah matanya lagi pendusta (dajjal). Sesungguhnya dia itu buta sebelah matanya, akan tetapi Rabbmu tidaklah buta sebelah mata-Nya. Ia (dajjal) tertulis di antara kedua matanya “kaafir”.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari (7408, 7131) dan Muslim (2933))
Syeikh al-Albani berkata dalam ta’liqnya terhadap Aqidah ath-Thahawiyyah hal. 59: “Dan hadis-hadis tentang perkara tersebut adalah mutawatir sebagaimana banyak para hafiz yang telah menyatakan demikian, dan saya memiliki risalah tentang hal itu dengan judul ‘Qishshatul Masiih ad-Dajjaal wa Nuzuuli ‘Isa ‘alaihish shalaatu was salaam wa Qatluhu Iyyaahu’, saya berharap Allah memudahkanku untuk menyelesaikannya.”
Di dalam hadis Nawwas bin Sam’an secara marfu’,
“Tiada yang lebih aku takuti bagi kalian daripada (fitnah) Dajjal. Jika ia keluar dan aku berada bersama-sama kamu maka aku sebagai benteng kalian. Tetapi jika ia keluar dan aku tidak ada di bersama-sama kamu, maka setiap seseorang menjadi benteng bagi dirinya, dan Allah adalah Pelindungku bagi setiap muslim.” (Hadis Riwayat Muslim (2136) dan Selainnya)
Dalil tentang bertambah dan berkurangnya iman, dapat diambil dari beberapa firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (maksudnya),
“Supaya keimanan mereka bertambah di Samping keimanan mereka (yang telah ada).” (al-Fath, 48: 4)
Dan firman-Nya,
“Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali keimanan dan ketundukan.” (aI-Ahzaab, 33: 22)
Juga firman-Nya,
“Maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”.” (Ali Imraan, 3: 173)
Dan di dalam hadis muttafaqun ‘alaihi dari riwayat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
“Iman itu ada enam puluh sekian cabang, dan sifat malu adalah salah satu cabang dari keimanan.” (Hadis Riwayat al-Bukhari (9) dan Muslim (1/63, no. 35), dan selainnya dari hadis-hadis. Imam al-Bukhari telah menyebutkan ‘Bab Ziyaadatil limaani wa Nuqshaanihi,’ Fathul Baari (1/127) dan lihat pula awal kitab al-Iman (1/60))
AI-Hafiz (Ibnu Hajar) telah menyebutkan di dalam Fathul Baari (1/63) sebuah atsar dari lbnu Mas’ud:
“Ya Allah, tambahkanlah kepada kami keimanan, keyakinan dan pemahaman (tentang agama).” Ia (lbnu Hajar) mensahihkan isnadnya dan menisbatkannya kepada imam Ahmad di dalam ‘AI-lman’].
Pernah dikatakan kepada Ibnu Uyainah: “Apakah iman itu boleh bertambah dan berkurang?” Maka ia jawab: “Tidakkah kamu membaca al-Qur’an (firman Allah):
“Maka perkataan itu menambah keimanan mereka.”
Pada beberapa tempat (ayat al-Qur’an). Dikatakan kepadanya: “Apakah (iman) dapat berkurang?” Maka ia jawab:
“Tidak ada sesuatu yang boleh bertambah melainkan ia boleh berkurang.” (Dikeluarkan oleh al-Ajurri (atsar: 120) dan isnadnya sahih)
lnilah mazhab as-Salaf (Ahli Sunnah), berbeda dengan madzhab Hanafiyyah dan Maturidiyyah. Dan perkara itulah yang menjadi catatan paling jelas terhadap pengarang kitab Aqidah ath-Thahawiyyah. (Lihat taliq Syeikh al-Albani terhadab buku tersebut, hal. 42-43)
Perbahasan mengenai meninggalkan solat antaranya berdasarkan hadis serta penjelasan berikut,
“Barangsiapa meninggalkan solat maka dia telah kafir.” (Hadis sahih dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud dan selainnya (Shahih at-Targhib (564))
Abdullah bin Syaqiq rahimahullah berkata: “Adalah para sahabat nabi tidak berpendapat tentang suatu amalan yang apabila ditinggalkan maka akan menyebabkan kekafiran melainkan solat.” (Dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dan selainnya. Lihat Shahih at-Targhiib (1/227 no: 562). Dan barangsiapa yang memerlukan penjelasan secara terperinci berkenaan permasalahan ini maka bolehlah merujuk kitab ash-Shahiihah (1/120, no: 97))
Muhammad ‘led al-Abbasi (penta’liq) berkata:
“Masalah ini ada penjelasannya, tentang orang yang meninggalkannya karena mengingkari (kewajiban)nya, dan orang yang meninggalkannya karena malas sedangkan ia mengimani kewajibannya. Dan permasalahan mi termasuk hal-hal diperselisihkan oleh para ulama salaf itu sendiri. Dan lihat risalah ‘Hukmu Taariki ash-S halaati’ karya ustadz. kami Al-Albani.”
Dinukil dan disunting dari:
Kitab Ushulus Sunnah, oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Tahqiq/Syarah Walid bin Muhammad Nubaih, m/s. 89-94. (Edisi Terjemahan: Terbitan Pustaka Darul Ilmi, Mac 2008M)
No comments:
Post a Comment