(Bahagian 23) - Prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Menurut Imam Ahmad
http://aqidah-wa-manhaj.blogspot.com
Dari imam Ahmad bin Hanbal (katanya):
Dasar ahlus sunnah menurut kami adalah,
45 - Dan nifaq adalah kekafiran: Yakni kafir kepada Allah dan beribadah kepada selain-Nya, menampakkan keislaman di hadapan khalayak umum, seperti orang-orang munafiq yang hidup di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
46 - Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam:
“Tiga perkara yang barangsiapa ada pada dirinya maka dia adalah orang munafiq.” Hadis ini sebagai suatu bentuk ancaman yang berat. Kami meriwayatkannya sebagaimana adanya. Kami tidak menafsirkannya (dengan makna yang lain).
47 - Dan sabdanya:
“Janganlah kamu kembali menjadi orang-orang kafir sepeninggalku. Sebahagian kamu membunuh sebahagian yang lain.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari (hadis: 121, 4405, 6869) dari hadis Abu Bakrah.
Dan seperti hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam “Apabila dua orang muslim saling berhadapan dengan mengangkat pedang, maka si pembunuh dan yang terbunuh keduanya akan masuk neraka.” (Muttafaqun ‘alaihi (Hadis Riwayat al-Bukhari dan Muslim))
Dan seperti hadis:
“Mencaci seorang muslim adalah kefasiqan dan memeranginya adalah kekafiran.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari (hadis: 5935) dan Muslim (hadis: 64). Keduanya dari hadis lbnu Mas’ud)
dan seperti sabdanya:
“Barangsiapa yang mengatakan kepada saudaranya, “Wahai orang kafir”, maka perkataan tersebut akan kembali kepada salah satu dari keduanya.” (Dikeluarkan oleh Ahmad (2/112). Demikian pula al-Bukhari telah meriwayatkannya (hadis: 6104) dan Muslim (hadis (6o) dari hadis lbnu Umar)
dan seperti sabdanya:
“Termasuk kekafiran kepada Allah adalah berlepas dari nasab (keturunan) walau sekecil apapun.” (Dikeluarkan oleh Ahmad (2/215), ad-Darimi dan selainnya. As-Suyuthi menandainya dengan darjat hasan (Faidlul Qadir (5/7, hadis: 6261). Dan al-Munawi menyetujuinya. Al-Albani menghasankannya dalam Shahih aI-Jami’ (4485)) (Imam Ahmad bin Hanbal, Ushulus Sunnah, prinsip 45-47)
Penjelasan/Syarah:
Dalilnya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Sesungguhnya orang-orang munafiq itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.” (Surah an-Nisa’, 4: 145)
Dan (ayat) ini pula menyentuh berkenaan masalah nifaq i’tiqadi (keyakinan).
Dan firman-Nya pula:
“Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu.” (Surah Ali ‘lmran, 3: 154)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
“Tanda orang munafiq itu ada tiga...” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari (33), dan Muslim (59))
keduanya meriwayatkannya dengan lafaz:
“Empat perkara yang barangsiapa ada pada dirinya maka dia adalah orang munafiq yang murni. Dan barangsiapa yang ada pada dirinya satu perkara dan empat perkara tersebut, maka telah ada pada dirinya satu perkara dari kemunafiqan...” (al-Bukhari (34), dan Muslim (58) dari hadis ‘Abdullah bin ‘Amr. Dan diriwayatkan (pula) oleh Imam Ahmad (2/536) dan Muslim (1/79) dari jalan Hammad bin Salamah dari Ibnu Abi Hindun... dan jalan hadis ini dipertikaikan (keshahihannya – Pent.) sebagaimana dalam al-‘Ilal dan syarahnya karya lbnu Rejab, hal. 783, dengan sebab itu imam Muslim mengeluarkannya secara mutaba’ah dari hadis Abu Hurairah)
Dan hadis ini berkaitan masalah nifaq ‘amali (perbuatan).
Berkenaan hadis “Mencaci seorang muslim adalah kefasiqan dan memeranginya adalah kekafiran.”
Berkata Imam lbnu Abil ‘Izz al-Hanafi dalam Syarah ath-Thahawiyyah hal. 321:
“Sesungguhnya Ahli Sunnah semuanya sepakat bahawa pelaku dosa besar tidak jatuh dalam kekafiran yang mengeluarkannya dari agama Islam secara total sebagaimana pendapat orang-orang khawarij. Kerana, sekiranya ia jatuh ke dalam kekafiran yang mengeluarkannya dari agama Islam secara total, bererti ia adalah orang murtad yang harus dibunuh walau bagaimanapun keadaannya. Dan pemberian maaf dari wali qishash tidak dapat diterima. Dan hukuman had pada zina, mencuri dan minum khamr (arak) tidak berlaku. Pendapat ini telah diketahui secara pasti kebathilan dan kemungkarannya dalam agama Islam. Karena Allah telah menjadikan pelaku dosa besar termasuk orang-orang beriman. Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan ke atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema’afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema’afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma’af) membayar (diat) kepada yang memberi ma’af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya seksa yang sangat pedih” (Surah al-Baqarah, 2: 178)
Dan Allah berfirman:
“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu’min berperang maka damaikanlah di antara keduanya.” (Surah al-Hujuraat, 49: 9)
Dan nash-nash al-Kitab dan as-Sunnah serta jima’ menunjukkan bahawa penzina, pencuri, penuduh orang lain dengan berzina tidak dibunuh. Akan tetapi dilaksanakan padanya hukuman had. Maka perkara tersebut menunjukkan bahawa ia tidak murtad. Dan Ahli sunnah juga telah bersepakat bahawa ia (pelaku dosa-dosa besar itu) berhak menerima ancaman keras atas dosa (yang dilakukannya) tersebut. Sebagaimana nash-nash (syar’i) datang menjelaskannya. Tidak seperti pendapat orang-orang murji’ah, yang mengatakan bahawa dosa itu tidak memberi sebarang mudharat (atau kesan) dengan adanya iman sebagaimana ketaatan itu tidaklah bermanfaat dengan adanya kekafiran. Apabila nash-nash aI-Wa’d (janji menyenangkan) yang dijadikan hujjah oleh orang-orang murji’ah dan nash-nash aI-Wa’id (ancaman) yang dijadikan hujjah oleh orang-orang khawarij telah terkumpul, maka akan menjadi jelas bagimu rosaknya dua pendapat tersebut.” (Demikian perkataannya secara ringkas)
Dinukil dan disunting dari:
Kitab Ushulus Sunnah, oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Tahqiq/Syarah Walid bin Muhammad Nubaih, m/s. 138-143. (Edisi Terjemahan: Terbitan Pustaka Darul Ilmi, Mac 2008M)
http://aqidah-wa-manhaj.blogspot.com
Dari imam Ahmad bin Hanbal (katanya):
Dasar ahlus sunnah menurut kami adalah,
45 - Dan nifaq adalah kekafiran: Yakni kafir kepada Allah dan beribadah kepada selain-Nya, menampakkan keislaman di hadapan khalayak umum, seperti orang-orang munafiq yang hidup di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
46 - Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam:
“Tiga perkara yang barangsiapa ada pada dirinya maka dia adalah orang munafiq.” Hadis ini sebagai suatu bentuk ancaman yang berat. Kami meriwayatkannya sebagaimana adanya. Kami tidak menafsirkannya (dengan makna yang lain).
47 - Dan sabdanya:
“Janganlah kamu kembali menjadi orang-orang kafir sepeninggalku. Sebahagian kamu membunuh sebahagian yang lain.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari (hadis: 121, 4405, 6869) dari hadis Abu Bakrah.
Dan seperti hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam “Apabila dua orang muslim saling berhadapan dengan mengangkat pedang, maka si pembunuh dan yang terbunuh keduanya akan masuk neraka.” (Muttafaqun ‘alaihi (Hadis Riwayat al-Bukhari dan Muslim))
Dan seperti hadis:
“Mencaci seorang muslim adalah kefasiqan dan memeranginya adalah kekafiran.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari (hadis: 5935) dan Muslim (hadis: 64). Keduanya dari hadis lbnu Mas’ud)
dan seperti sabdanya:
“Barangsiapa yang mengatakan kepada saudaranya, “Wahai orang kafir”, maka perkataan tersebut akan kembali kepada salah satu dari keduanya.” (Dikeluarkan oleh Ahmad (2/112). Demikian pula al-Bukhari telah meriwayatkannya (hadis: 6104) dan Muslim (hadis (6o) dari hadis lbnu Umar)
dan seperti sabdanya:
“Termasuk kekafiran kepada Allah adalah berlepas dari nasab (keturunan) walau sekecil apapun.” (Dikeluarkan oleh Ahmad (2/215), ad-Darimi dan selainnya. As-Suyuthi menandainya dengan darjat hasan (Faidlul Qadir (5/7, hadis: 6261). Dan al-Munawi menyetujuinya. Al-Albani menghasankannya dalam Shahih aI-Jami’ (4485)) (Imam Ahmad bin Hanbal, Ushulus Sunnah, prinsip 45-47)
Penjelasan/Syarah:
Dalilnya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Sesungguhnya orang-orang munafiq itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.” (Surah an-Nisa’, 4: 145)
Dan (ayat) ini pula menyentuh berkenaan masalah nifaq i’tiqadi (keyakinan).
Dan firman-Nya pula:
“Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu.” (Surah Ali ‘lmran, 3: 154)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
“Tanda orang munafiq itu ada tiga...” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari (33), dan Muslim (59))
keduanya meriwayatkannya dengan lafaz:
“Empat perkara yang barangsiapa ada pada dirinya maka dia adalah orang munafiq yang murni. Dan barangsiapa yang ada pada dirinya satu perkara dan empat perkara tersebut, maka telah ada pada dirinya satu perkara dari kemunafiqan...” (al-Bukhari (34), dan Muslim (58) dari hadis ‘Abdullah bin ‘Amr. Dan diriwayatkan (pula) oleh Imam Ahmad (2/536) dan Muslim (1/79) dari jalan Hammad bin Salamah dari Ibnu Abi Hindun... dan jalan hadis ini dipertikaikan (keshahihannya – Pent.) sebagaimana dalam al-‘Ilal dan syarahnya karya lbnu Rejab, hal. 783, dengan sebab itu imam Muslim mengeluarkannya secara mutaba’ah dari hadis Abu Hurairah)
Dan hadis ini berkaitan masalah nifaq ‘amali (perbuatan).
Berkenaan hadis “Mencaci seorang muslim adalah kefasiqan dan memeranginya adalah kekafiran.”
Berkata Imam lbnu Abil ‘Izz al-Hanafi dalam Syarah ath-Thahawiyyah hal. 321:
“Sesungguhnya Ahli Sunnah semuanya sepakat bahawa pelaku dosa besar tidak jatuh dalam kekafiran yang mengeluarkannya dari agama Islam secara total sebagaimana pendapat orang-orang khawarij. Kerana, sekiranya ia jatuh ke dalam kekafiran yang mengeluarkannya dari agama Islam secara total, bererti ia adalah orang murtad yang harus dibunuh walau bagaimanapun keadaannya. Dan pemberian maaf dari wali qishash tidak dapat diterima. Dan hukuman had pada zina, mencuri dan minum khamr (arak) tidak berlaku. Pendapat ini telah diketahui secara pasti kebathilan dan kemungkarannya dalam agama Islam. Karena Allah telah menjadikan pelaku dosa besar termasuk orang-orang beriman. Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan ke atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema’afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema’afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma’af) membayar (diat) kepada yang memberi ma’af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya seksa yang sangat pedih” (Surah al-Baqarah, 2: 178)
Dan Allah berfirman:
“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu’min berperang maka damaikanlah di antara keduanya.” (Surah al-Hujuraat, 49: 9)
Dan nash-nash al-Kitab dan as-Sunnah serta jima’ menunjukkan bahawa penzina, pencuri, penuduh orang lain dengan berzina tidak dibunuh. Akan tetapi dilaksanakan padanya hukuman had. Maka perkara tersebut menunjukkan bahawa ia tidak murtad. Dan Ahli sunnah juga telah bersepakat bahawa ia (pelaku dosa-dosa besar itu) berhak menerima ancaman keras atas dosa (yang dilakukannya) tersebut. Sebagaimana nash-nash (syar’i) datang menjelaskannya. Tidak seperti pendapat orang-orang murji’ah, yang mengatakan bahawa dosa itu tidak memberi sebarang mudharat (atau kesan) dengan adanya iman sebagaimana ketaatan itu tidaklah bermanfaat dengan adanya kekafiran. Apabila nash-nash aI-Wa’d (janji menyenangkan) yang dijadikan hujjah oleh orang-orang murji’ah dan nash-nash aI-Wa’id (ancaman) yang dijadikan hujjah oleh orang-orang khawarij telah terkumpul, maka akan menjadi jelas bagimu rosaknya dua pendapat tersebut.” (Demikian perkataannya secara ringkas)
Dinukil dan disunting dari:
Kitab Ushulus Sunnah, oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Tahqiq/Syarah Walid bin Muhammad Nubaih, m/s. 138-143. (Edisi Terjemahan: Terbitan Pustaka Darul Ilmi, Mac 2008M)
No comments:
Post a Comment