Tuesday, September 2, 2008

070 - (Bahagian 10) - Prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Menurut Imam Ahmad

(Bahagian 10) - Prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Menurut Imam Ahmad

http://aqidah-wa-manhaj.blogspot.com

Dari imam Ahmad bin Hanbal (katanya):

Dasar ahlus sunnah menurut kami adalah,

26 - Sebaik-baik manusia dari umat ini setelah nabinya adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, kemudian Umar bin al-Khaththab, kemudian Utsman bin Affan. Kami mendahulukan mereka bertiga sebagaimana para sahabat Rasulullah mendahulukan mereka, mereka tidak berselisih pendapat dalam hal itu. Kemudian setelah mereka adalah lima orang Ashaabu asy-Syuura’, iaitu: Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair (bin Awwam), Abdurrahman bin Auf dan Sa’ad (bin Abi Waqqash). Mereka semua layak untuk menjadi khalifah, dan semuanya adalah imam (pemimpin). Kami berpendapat demikian berdasarkan hadis lbnu Umar:

“Kami menyebutkan secara berurutan ketika Rasulullah masih hidup dan para sahabat masib berkumpul, iaitu: Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman, kemudian kami diam.”

Kemudian setelah Ashaabu asy-Syura’ adalah AhIi Badr dari kaum Muhajirin, kemudian Ahli Badr dari kaum Anshar dari para sahabat RasuIuIIah bersesuaian dengan kadar hijrah dan siapa dahulu yang beriman (masuk Islam). (Imam Ahmad bin Hanbal, Ushulus Sunnah, prinsip 26)

Penjelasan/Syarah:

Hadis lbnu Umar tersebut disambungkan oleh pengarang kitab ini (imam Ahmad), dia berkata: “Telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah, telah menceritakan kepada kami Suhail bin Abi Shalih dari ayahnya dari Ibnu Umar, Ia berkata,” kemudian Ia menyebutkannya (riwayat tersebut). Dan Syaikh al-Albani mensahihkan isnadnya bersesuaian dengan syarat Imam Muslim, as-Sunnah (1195). Imam lbnu Katsir telah menukilkan di dalam kitab Tarikhnya (7/206) yang semisalnya dari riwayat al-Bazzar, lalu ia berkata: “Dan isnad ini sahih menurut syarat al-Bukhari dan Muslim akan tetapi mereka tidak mengeluarkannya.” Dan hadis ini dikeluarkan oleh al-Bukhari (no. 3655) dan lbnu Abi ‘Ashim (hal. 552) serta selainnya.

Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata: “Yang jelas bahawa lbnu Umar menghendaki penafian (peniadaan) ini tidak lain hanyalah kerana mereka adalah orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam pengutamaan, maka nampak dengan jelas bagi mereka keutamaan-keutamaan tiga orang tersebut, sehingga mereka pun memastikannya dan ketika itu mereka tidak melihat pada dalil-dalil (yang menjelaskan keutamaan mereka bertiga).” Kemudian ia (lbnu Hajar) berkata: “Dan Imam Ahmad telah menjadikan hadis lbnu Umar sebagai hujjah atas hal yang berkenaan dengan masalah urutan dan keutamaan, dan ia juga berhujjah dengan hadis Safiinah yang marfu’ dalam menjadikan Ali pada urutan yang ke empat:

“Dan masa khilafah itu tiga puluh tahun kemudian berubah menjadi kerajaan.” (Lihat Fathul Baari (7/17, 54, 58) dan ash-Shahiihah no: 460)

Syaikhul Islam lbnu Taimiyyah berkata: “Dan barangsiapa yang menikam pada kekhilafahan salah satu dari mereka para imam, maka ia adalah orang yang lebih sesat dari seekor keldai negerinya.” (Majmu’ Fatawa (3/153). Untuk menambah maklumat berkaitan masalah ini maka lihat Syarh ath-Thahawiyyah, hal. 467, 489)

Dinukil dan disunting dari:

Kitab Ushulus Sunnah, oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Tahqiq/Syarah Walid bin Muhammad Nubaih, m/s. 95-97. (Edisi Terjemahan: Terbitan Pustaka Darul Ilmi, Mac 2008M)

069 - (Bahagian 9) - Prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Menurut Imam Ahmad

(Bahagian 9) - Prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Menurut Imam Ahmad

http://aqidah-wa-manhaj.blogspot.com

Dari imam Ahmad bin Hanbal (katanya):

Dasar ahlus sunnah menurut kami adalah,

21 – Beriman terhadap syafa’at Nabi shalallahu ‘alaihi wa Sallam dan suatu kaum yang dikeluarkan dari api neraka setelah terbakar dan menjadi arang, kemudian mereka diperintahkan menuju sungai di depan syurga bersesuaian dengan kehendak Allah, sebagaimana dalam atsar. Dan kita mengimani dan membenarkannya.

22 - Beriman bahawa al-Masih ad-DajjaI akan keluar, tertulis di antara kedua matanya “kaafir”. Dan beriman terhadap hadis-hadis berkenaan dengannya dan bahawa perkara tersebut pasti akan terjadi.

23 - Dan bahawa Isa bin Maryam ‘alaihis Salam akan turun lalu membunuhnya di pintu Lud.

24 - Iman adalah perkataan dan perbuatan, dapat bertambah dan berkurang sebagaimana dalam hadit:

“Orang yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (Hadis sahih dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud dan selainnya (Lihat: ash-Shahihah, 284))

25 - Barangsiapa meninggalkan solat maka dia telah kafir. Dan tidak ada suatu amalan apa pun yang apabila ditinggalkan maka akan menyebabkan kekafiran melainkan solat. Maka barangsiapa yang meninggalkannya maka ia telah kafir dan Allah telah menghalalkannya untuk dibunuh.

Penjelasan/Syarah:

Hadis berkenaan syafa’at Nabi shalallahu ‘alaihi wa Sallam antaranya adalah,

Hadis dari hadis Abi Sa’id yang diriwayatkan oleh al-Bukhari (6560) dan Muslim (184), (Muttafaqun ‘alaihi).

lbnu Abi ‘Ashim berkata: “Dan hadis-hadis yang kami riwayatkan dari Nabi berkenaan dengan keutamaan syafa’at yang Allah berikan kepadanya dan izin Allah kepadanya untuk memberikan syafa’at kepada orang-orang yang akan diberinya syafa’at adalah hadis-hadis yang tsabit (benar adanya) yang mewajibkan untuk mengetahui hakikat kandungan apa yang kami ceritakan. Dan orang yang menghalangi (menjauhkan manusia) dari hadis-hadis mutawatir yang wajib diketahui adalah kafir. Semoga Allah menjadikan kita dan setiap orang yang beriman dan mereka yang turut mengharapkannya adalah termasuk orang-orang yang memperolehinya.” (As-Sunnah hal. 385). Dan hadis-hadis tentang syafa’at mutawatir. Lihat ta’Iiq terhadap Aqidah ath-Thahawiyyah hal. 30 dan syarahnya hal. 229 serta kitab asy-Syafaa’ah karya Syeikh Muqbil)

Berkenaan keluarnya dajjal, hadisnya adalah Muttafaqun ‘alaihi iaitu dari hadis Anas dan selainnya secara marfu’. Di dalamnya:

“Tidaklah Allah mengutus seorang nabi melainkan ia telah memperingatkan kaumnya dari orang yang buta sebelah matanya lagi pendusta (dajjal). Sesungguhnya dia itu buta sebelah matanya, akan tetapi Rabbmu tidaklah buta sebelah mata-Nya. Ia (dajjal) tertulis di antara kedua matanya “kaafir”.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari (7408, 7131) dan Muslim (2933))

Syeikh al-Albani berkata dalam ta’liqnya terhadap Aqidah ath-Thahawiyyah hal. 59: “Dan hadis-hadis tentang perkara tersebut adalah mutawatir sebagaimana banyak para hafiz yang telah menyatakan demikian, dan saya memiliki risalah tentang hal itu dengan judul ‘Qishshatul Masiih ad-Dajjaal wa Nuzuuli ‘Isa ‘alaihish shalaatu was salaam wa Qatluhu Iyyaahu’, saya berharap Allah memudahkanku untuk menyelesaikannya.”

Di dalam hadis Nawwas bin Sam’an secara marfu’,

“Tiada yang lebih aku takuti bagi kalian daripada (fitnah) Dajjal. Jika ia keluar dan aku berada bersama-sama kamu maka aku sebagai benteng kalian. Tetapi jika ia keluar dan aku tidak ada di bersama-sama kamu, maka setiap seseorang menjadi benteng bagi dirinya, dan Allah adalah Pelindungku bagi setiap muslim.” (Hadis Riwayat Muslim (2136) dan Selainnya)

Dalil tentang bertambah dan berkurangnya iman, dapat diambil dari beberapa firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (maksudnya),

“Supaya keimanan mereka bertambah di Samping keimanan mereka (yang telah ada).” (al-Fath, 48: 4)

Dan firman-Nya,

“Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali keimanan dan ketundukan.” (aI-Ahzaab, 33: 22)

Juga firman-Nya,

“Maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”.” (Ali Imraan, 3: 173)

Dan di dalam hadis muttafaqun ‘alaihi dari riwayat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

“Iman itu ada enam puluh sekian cabang, dan sifat malu adalah salah satu cabang dari keimanan.” (Hadis Riwayat al-Bukhari (9) dan Muslim (1/63, no. 35), dan selainnya dari hadis-hadis. Imam al-Bukhari telah menyebutkan ‘Bab Ziyaadatil limaani wa Nuqshaanihi,’ Fathul Baari (1/127) dan lihat pula awal kitab al-Iman (1/60))

AI-Hafiz (Ibnu Hajar) telah menyebutkan di dalam Fathul Baari (1/63) sebuah atsar dari lbnu Mas’ud:

“Ya Allah, tambahkanlah kepada kami keimanan, keyakinan dan pemahaman (tentang agama).” Ia (lbnu Hajar) mensahihkan isnadnya dan menisbatkannya kepada imam Ahmad di dalam ‘AI-lman’].

Pernah dikatakan kepada Ibnu Uyainah: “Apakah iman itu boleh bertambah dan berkurang?” Maka ia jawab: “Tidakkah kamu membaca al-Qur’an (firman Allah):

“Maka perkataan itu menambah keimanan mereka.”

Pada beberapa tempat (ayat al-Qur’an). Dikatakan kepadanya: “Apakah (iman) dapat berkurang?” Maka ia jawab:

“Tidak ada sesuatu yang boleh bertambah melainkan ia boleh berkurang.” (Dikeluarkan oleh al-Ajurri (atsar: 120) dan isnadnya sahih)

lnilah mazhab as-Salaf (Ahli Sunnah), berbeda dengan madzhab Hanafiyyah dan Maturidiyyah. Dan perkara itulah yang menjadi catatan paling jelas terhadap pengarang kitab Aqidah ath-Thahawiyyah. (Lihat taliq Syeikh al-Albani terhadab buku tersebut, hal. 42-43)

Perbahasan mengenai meninggalkan solat antaranya berdasarkan hadis serta penjelasan berikut,

“Barangsiapa meninggalkan solat maka dia telah kafir.” (Hadis sahih dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud dan selainnya (Shahih at-Targhib (564))

Abdullah bin Syaqiq rahimahullah berkata: “Adalah para sahabat nabi tidak berpendapat tentang suatu amalan yang apabila ditinggalkan maka akan menyebabkan kekafiran melainkan solat.” (Dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dan selainnya. Lihat Shahih at-Targhiib (1/227 no: 562). Dan barangsiapa yang memerlukan penjelasan secara terperinci berkenaan permasalahan ini maka bolehlah merujuk kitab ash-Shahiihah (1/120, no: 97))

Muhammad ‘led al-Abbasi (penta’liq) berkata:

“Masalah ini ada penjelasannya, tentang orang yang meninggalkannya karena mengingkari (kewajiban)nya, dan orang yang meninggalkannya karena malas sedangkan ia mengimani kewajibannya. Dan permasalahan mi termasuk hal-hal diperselisihkan oleh para ulama salaf itu sendiri. Dan lihat risalah ‘Hukmu Taariki ash-S halaati’ karya ustadz. kami Al-Albani.”


Dinukil dan disunting dari:

Kitab Ushulus Sunnah, oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Tahqiq/Syarah Walid bin Muhammad Nubaih, m/s. 89-94. (Edisi Terjemahan: Terbitan Pustaka Darul Ilmi, Mac 2008M)

068 - (Bahagian 8) - Prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Menurut Imam Ahmad

(Bahagian 8) - Prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Menurut Imam Ahmad

http://aqidah-wa-manhaj.blogspot.com

Dari imam Ahmad bin Hanbal (katanya):

Dasar ahlus sunnah menurut kami adalah,

17 - Allah akan mengajak berbicara kepada hamba-hamba-Nya pada hari kiamat tanpa ada penterjemah di antara mereka dengan-Nya, dan kita wajib mengimani dan membenarkannya.

18 - Beriman dengan telaga dan bahawa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam memiliki telaga pada hari kiamat yang akan didatangi oleh umatnya, di mana luasnya sepanjang perjalanan sebulan dan bejana-bejananya sebanyak bintang-bintang di langit menurut riwayat-riwayat yang sahih dari beberapa jalan.

19 - Beriman dengan adanya azab kubur.

20 - Dan bahawa umat ini akan diuji dan ditanya di dalam kuburnya tentang iman, Islam, siapa Rabbnya, siapa nabinya, dan akan didatangi oleh malaikat Munkar dan Nakir bertepatan dengan kehendak dan keinginan Allah. Dan kita mengimani dan membenarkannya. (Imam Ahmad bin Hanbal, Ushulus Sunnah, prinsip 17-20)

Penjelasan/Syarah:

Berkenaan berbicara dengan Allah, ia adalah berdasarkan hadis sahih dari al-Bukhari dan Muslim (muttafaqun ‘alaihi). Awal lafaznya adalah:

“Tidak ada seorang pun dari kalian melainkan akan diajak berbicara oleh Allah pada hari kiamat tanpa ada penterjemah di antara keduanya.” (Hadis Riwayat al-Bukhari (6539) dan Muslim (1016), keduanya dari hadis Adi bin Hatimradhiyallahu ‘anhu)

Tentang telaga Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, Allah berfirman (maksudnya):

“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu sebuah sungai di Syurga.” (al-Kautsar, 108: 1)

Dan terdapat hadis-hadis sahih yang mutawatir berkenaan dengan perkara ini, di antaranya adalah sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam:

“Telagaku sepanjang perjalanan sebulan, dan tepi-tepinya sama. Airnya lebih putih daripada air susu, bau harumnya lebih wangi daripada minyak misik (kasturi) dan bejana-bejananya sebanyak bintang-bintang yang ada di langit. Barangsiapa yang minum darinya niscaya ia tidak akan dahaga selama-lamanya.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari (6579) dan Muslim (2292) dari hadis Abdullah bin ‘Amr)

Dan di dalam hadis Abu Dzar secara marfu’,

“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh bejana-bejana (yang ada di telaga) Nabi jumlahnya lebih banyak dari bintang-bintang yang ada di langit. Dan bintang-bintangnya sangat bersinar pada waktu malam yang sangat gelap, itulah bejana-bejana syurga. Barangsiapa minum dari telaga tersebut, niscaya dia tidak akan dahaga (selamanya). Luasnya seperti panjangnya, yakni sejauh antara Amman dan Ailah. Airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu.” (Diriwayatkan oleh Muslim (2300))

Lihat ta’Iiq terhadap Aqidah ath-Thahawiyyah, hal. 30 dan kitab Marwiyyaat ash-Shahaabah fil haudhi wal kautsar karena telah disebutkan di dalamnya hadis-hadis dari sekelompok para sahabat yang jumlah mereka lebih dari 6o orang sahabat. Dan sekelompok para imam telah menyatakan atas mutawatirnya hadis tersebut, di antaranya Imam an-Nawawi, lbnu Abdil Bar, al-Qurthubi, lbnu Hajar dan ramai lagi selain mereka.

Berkenaan dalil-dalil tentang azab dan nikmat kubur juga mutawatir. Di antaranya adalah sabda Nabi yang sahih:

“Berlindunglah kepada Allah dari azab kubur, kerana sesungguhnya azab kubur itu haq (benar adanya).” (ash-Shahiihah (1444, 1377), lihat ta’Iiq terhadap Aqidah ath-Thahawiyyah, hal. 50)

Seterusnya, bahawa umat ini akan diuji dan ditanya di dalam kuburnya tentang iman, Islam, siapa Rabbnya, siapa nabinya, dan akan didatangi oleh malaikat Munkar dan Nakir bertepatan dengan kehendak dan keinginan Allah.

Sebagai dalilnya, adalah hadis dari Bara’ bin ‘Azib yang sahih yang dikeluarkan oleh imam Ahmad, Abu Dawud dan selainnya. Lihat: Ahkaam al-Janaa’iz (155))

Juga di dalam hadis muttafaqun ‘aIaihi,

“Sesungguhnya telah diwahyukan kepadaku bahawa kamu akan diuji di dalam kubur.” (diriwayatkan oleh al-Bukhari (86) dan Muslim (903) dari hadis Aisyah)

Dan hadis,

“Apabila seorang mayit (si mati) dikuburkan maka akan datang kepadanya dua malaikat hitam dan biru matanya, salah satunya disebut Munkar dan yang lainnya disebut Nakir.” (Hadis hasan, ash-Shahiihah (1391). Lihat: ta’liq terhadap Aqidah ath-Thahaawiyyah, hal. 50)

Dinukil dan disunting dari:

Kitab Ushulus Sunnah, oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Tahqiq/Syarah Walid bin Muhammad Nubaih, m/s. 85-88. (Edisi Terjemahan: Terbitan Pustaka Darul Ilmi, Mac 2008M)