Monday, November 19, 2007

021 - BERIMAN KEPADA PARA RASUL

BERIMAN KEPADA PARA RASUL

I. DEFINISI NABI DAN RASUL

Menurut bahasa, nabi berasal dan kata نبأ وأنبأ yang berarti أخبر (mengabarkan). Jadi nabi adalah yang memberitakan dari Allah dan ia diberi khabar dari sisi-Nya. Atau juga berasal dari kata نبا yang berarti علا وارتفع , (tinggi dan naik). Maka nabi adalah makhluk yang termulia dan tertinggi derajat atau kedudukannya.

Sedangkan menurut istilah, nabi ialah seorang laki-laki yang diberi khabar (wahyu) oleh Allah berupa syari’at yang dahulu (sebelumnya), ia mengajarkan kepada orang-orang di sekitarnya dan umatnya (penganut syariat ini).

Adapun rasul secara bahasa ialah orang yang mengikuti berita-berita orang yang mengutusnya; diambil dan ungkapan جاءت ألإبل رسلا (unta itu datang secara beriringan). Rasul adalah nama bagi risalah atau bagi yang diutus. Sedangkan irsal adalah pengarahan.

Menurut istilah, rasul ialah seorang laki-laki merdeka yang diberi wahyu oleh Allah s.w.t. dengan membawa syariat dan ia diperintahkan untuk menyampaikannya kepada umatnya, baik orang yang tidak ia kenal maupun yang memusuhinya.

Perbedaan Antara Nabi dan Rasul

a) Kenabian (nubuwah) adalah syarat kerasulan (risalah). Maka tidak boleh menjadi rasul orang yang bukan nabi. Kenabian lebih umum dari kerasulan. Setiap rasul pasti nabi, tetapi tidak setiap nabi adalah rasul.

b) Rasul membawa risalah kepada orang (kaum) yang tidak mengerti tentang agama dan syariat Allah s.w.t. atau kepada kaum yang telah mengubah syariat dan agama, untuk mengajari mereka atau mengembalikan mereka ke dalam syariat Allah. Dia adalah hakim bagi mereka. Sedangkan nabi diutus dengan dakwah kepada syariat nabi/rasul sebelumnya.

II. NUBUWAH ADALAH ANUGERAH ILAHI

Kenabian bukanlah suatu tujuan yang dapat diraih dengan cara-cara tertentu, sehingga boleh dicapai oleh orang yang bersungguh-sungguh, juga bukanlah pangkat yang dapat ditempuh melalui perjuangan. Akan tetapi ia adalah kedudukan yang tinggi dan pangkat istimewa yang diberikan Allah kerana karunianya kepada siapa saja dan makhluk-Nya yang Dia kehendaki. Maka Dia mempersiapkannya agar mampu memikulnya. Dia menjaganya dari pengaruh syaitan dan memeliharanya dari kemusyrikan kerana rahmat dan kasih sayang-Nya semata, tanpa ada upaya yang ia kerahkan untuk mendapatkan dari untuk mencapai darjat kenabian itu. Bahkan ia hanyalah kurniaan Allah dan nikmat Ilahi semata, sebagaimana firman Allah,

“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, iaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dan orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih.” (Maryam: 58)

Allah berkata kepada Musa a.s.:

“Allah berfirman, Hai Musa, sesungguhnya aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, oleh itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.” (Al-A’raf:
144).

Allah menceritakan ucapan Yakub kepada anaknya, Yusuf a.s. dengan firman-Nya,

“Dan demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi nabi).” (Yusuf: 6)

Sebagaimana halnya Allah mengingkari orang yang memandang bahwa salah satu dari dua orang besar di Makkah dan Thaif, yaitu al-Walid Ibnul Mughirah dan Urwah bin Masud ats-Tsaqafi, lebih berhak (pantas) untuk menjadi nabi. Hal itu terjadi ketika Allah mewahyukan kepada Nabi Muhammad, dan menjelaskan bahwa Dia adalah Rabb, Penguasa yang berhak melakukan apa saja serta yang mengurusi pembagian rezeki bagi semua makhluk-Nya.

Jadi sangatlah tidak benar manakala ada seseorang yang ikut campur tangan dalam menentukan siapa yang berhak menerima rahmat kenabian dan kerasulan. Maka Allah bercerita tentang mereka,

“Dan mereka berkata, ‘Mengapa al-Qur’an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Makkah dan Tha’if) ini?’ Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia...,” (Az-Zukhruf: 31-32)

Allah telah mengancam orang-orang yang melampaui batas yang mengatakan, “Tidaklah kami beriman sebelum diberi seperti apa yang telah diberikan kepada rasul-rasul Allah,’ dengan firman-Nya,

“Apabila datang sesuatu ayat kepada mereka, mereka berkata, ‘Karni tidak akan beriman sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada rasul-rasul Allah’. Allah lebih rnengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan. Orang-orang yang berdosa, nanti akan ditimpa kehinaan di sisi Allah dan siksa yang keras disebabkan mereka selalu membuat tipu daya.” (Al-An’am: 124)

Dalam ayat-ayat terdahulu terdapat petunjuk yang jelas bahwa kenabian itu tidak boleh diperoleh karena kebangsawanan atau karena jerih payahnya, akan tetapi ia adalah nikmat dari Allah serta rahmat yang dianugerahkan kepada sebahagian makhluk-Nya berdasarkan ilmu dan hikmah-Nya dan tidak diberikan kepada orang yang mencari atau yang mengharapkannya.

III. SIFAT-SIFAT DAN MUKJIZAT RASUL

Pertama: Sifat-sifat Para Rasul

Dan definisi terdahulu kita mengetahui bahwa rasul adalah seorang manusia. Laki-laki merdeka yang Allah memilihnya dari nasab pilihan. Dia menjadikannya orang yang paling sempurna akalnya, paling suci jiwanya dan paling utama penciptaannya, supaya menunaikan pekerjaan-pekerjaan besar di antaranya menerima wahyu, menaatinya, menyampaikannya serta memimpin umat.

Maka para rasul adalah panutan/ikutan dalam hal sifat dan akhlak mereka. Dan pembicaraan tentang sifat-sifat mereka panjang sekali, tetapi diantaranya yang terpenting adalah:

a) Shidq (jujur dan benar)

Allah memberitahukan tentang para rasulNya,

“Mereka berkata, ‘Aduhai celakalah kami! Siapakah yang mernbangkitkan kami dari ternpat tidur kami (kubur)?’ Inilah yang dijanjikan (Tuhan) yang Maha Permurah dan benarlah rasul-rasul-Nya.” (Yasin: 52)

Sebagaimana Dia telah menyifati sebagian mereka dengan sifat itu; tentang Nabi Ibrahim a.s. Dia berfirman,

“Ceritakanlah (hai Muharnrnad) kisah Ibrahim di dalarn al-Kitab (al-Qur’an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat, membenarkan lagi seorang nabi.” (Maryam: 41)

Tentang Ismail Allah berfirman,

“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam al-Qur’an. Sesungguhnya Ia adalah seorang yang benar dan dia adalah seorang rasul dan nabi.” (Maryam: 54)

Tentang Idris. Dia berfirman,

“Dan ceritakanlah (hal Muhammad kepada mereka kisah) Idris (yang tersebut) di dalam al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi.” (Maryam:56)

Tentang nabi kita Muhammad, Dia berfirman,

“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (AzZumar: 33)

Tidaklah diragukan bahwa sifat shidq adalah inti risalah dakwah; dengannya akan luruslah segala urusan dan berbuahlah amal perbuatan. Sedangkan kadzib (bohong, dusta) adalah sifat kekurangan yang mustahil bagi manusia pilihan dan merupakan maksiat yang justru mereka peringatkan.

b) Sabar

Allah mengutus para rasul-Nya kepada manusia sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, mengajak mereka untuk taat kepada Allah serta memperingatkan agar tidak mendurhakaiNya. Ini adalah tugas berat dan sulit, tidak semua orang mampu memikulnya, akan tetapi orang-orang pilihanlah yang pantas dan mampu untuk itu. Kerananya para rasul Allah s.w.t. menemui bermacam-macam kesulitan dan beranekaragam gangguan, tetapi mereka tidak patah semangat kerananya, juga hal itu tidak membuat mereka melangkah surut ke belakang.

Allah telah mengisahkan kepada kita sebahagian dan nabi-nabi-Nya, sekaligus berbagai rintangan yang menghadangnya di jalan dakwah, juga sikap sabar mereka untuk memenangkan yang hak dan meninggikan kalimat Allah. Allah telah memerintahkan Nabi Muhammad untuk bersabar, sebagai bentuk peneladanan kepada para Ulul Azmi. Allah berfirman,

“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dan rasul-rasul yang telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (adzab) bagi mereka. Pada hari mereka melihat adzab yang diancamkan kepada mereka, mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik.” (Al-Ahqaf: 35)

Tentu kita mendapat pelajaran dengan apa yang dikisahkan Allah tentang Nabi Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa dengan umatnya yang menentang dan mengganggu, namun demikian mereka tetap bersabar, teguh dan tegar sampai Allah menurunkan putusanNya.

Demikian pula dengan perjalanan hidup penutup para nabi yakni Muhammad, di dalamnya terdapat teladan agung dalam hal kesabaran dan ketabahan. Kaumnya telah mendustakan, menghina, mengganggu dan memulaukannya, tetapi beliau bersabar menghadapinya sampai Allah memenangkan agama-Nya. Mengenai rincian kisah-kisah tersebut sangatlah panjang, tidak cukup dalam buku dan risalah yang hanya beberapa halaman dan di dalam al-Qur’an hal itu juga telah dikisahkan.

Kedua: Mukjizat Para Rasul

Allah menciptakan manusia dan membekalinya dengan akal. Akal inilah yang menjadi syarat taklif. Karena akal ini manusia akan dihisab amalnya, dengan akal ini ia boleh membedakan barang-barang dan memisahkan antara yang berguna dengan yang berbahaya. Jika datang seseorang yang mengatakan, ia adalah seorang rasul (utusan) Allah, guna memberi hidayah kepada manusia serta memimpin mereka menuju kedamaian dan kebahagiaan dunia dan akhirat, maka hal ini berarti menyangkut keselamatan bagi manusia atau justeru kehancurannya. Karena itu setiap orang wajib melihat kondisi da’i, dan dakwahnya.

Allah telah mengistimewakan para rasul dan segenap makhluk biasa. Allah menjaganya dan tipu muslihat setan. Setan tidak bisa mengubah fitrah mereka. Maka mereka berbeda dengan kaum dan umatnya, karena sirah (perjalanan) hidup mereka yang harum dan fitrah mereka yang bersih.

Apabila hal itu digabungkan dengan ajaran mereka, maka akan menjadi bukti kuat tentang kebenaran mereka bagi orang-orang yang Allah telah menyinari mata hatinya. Allah telah mendukung mereka sebagai tambahan atas hal tersebut dengan sesuatu yang memaksa akal untuk mempercayainya. Maka para rasul itu datang dengan membawa mukjizat-mukjizatnya yang hebat; tidak mampu mendatangkannya kecuali Allah s.w.t., karena seluruh makhluk adalah milik-Nya, Dialah yang menakdirkan sesuatu menurut takaran-Nya, Dia menjadikan setiap makhluk berjalan sesuai dengan aturan-aturan tertentu yang tidak seorang pun dapat mengubahnya. Jika Allah hendak mendukung seorang hamba sebagai bukti atas kenabiannya, maka Allah menganugerahkan padanya sesuatu yang tidak mungkin boleh dilakukannya secara sempuma kecuali Allah s.w.t., baik berupa ilmu, kekuatan atau kecukupan. Allah s.w.t., Dialah yang mengata segalanya, berkuasa atas segalanya dan Dia Mahakaya, tidak memerlukan kepada alam semesta.

Allah s.w.t. memerintahkan Rasul-Nya Muhammad agar berlepas diri dari mendakwahkan tiga hal:

“Katakanlah, ‘Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku’.” (Al-An am: 50)

Apabila terjadi melalui tangan seorang rasul sesuatu dari hal tersebut di atas maka ia adalah semata-mata perbuatan Allah, karena ia di luar kemampuan manusia. Maka ia adalah bukti nyata, manakala digabungkan dengan urusan rasul tersebut dengan rasul-rasul sebelumnya berdasarkan dakwahnya. Maka wajib atas umatnya mengimani serta mengikutinya. Jika tidak maka wajiblah adzab Allah atas mereka. Tanda-tanda dan bukti-bukti kebenaran mereka sudah jelas; ada bukti yang utama dan ada yang menjadi penguat bagi bukti utama atas kebenarannya, serta memperkukuh keimanan orang-orang mukmin terhadapnya.

Mukjizat rasul didefinisikan sebagai segala sesuatu yang luar biasa yang terjadi melalui tangan-tangan para nabi Allah dan rasul-Nya dalam bentuk sesuatu yang membuat manusia tidak boleh mendatangkan semisalnya.

Melalui tangan para nabi dan rasul telah terjadi mukjizat-mukjizat yang memaksa akal yang sihat untuk tunduk dan mempercayai apa yang dibawa oleh para rasul, baik itu karena diminta oleh kaumnya mahupun tidak. Mukjizat-mukjizat tersebut tidak lepas dari bentuk:

a) Ilmu, seperti pemberitahuan tentang hal-hal ghaib yang sudah terjadi ataupun yang akan terjadi; umpamanya pengkhabaran Nabi Isa a.s kepada kaumnya tentang apa yang mereka makan dan apa yang mereka simpan di rumah-rumah mereka. Sebagaimana juga pengkhabaran Nabi Muhammad tentang fitnah-fitnah atau tanda-tanda Hari Kiamat yang bakal terjadi, sebagaimana yang banyak dijelaskan dalam hadits-hadits.

b) Kemampuan dan kekuatan, seperti mengubah tongkat menjadi ular besar, yakni mukjizat Nabi Musa a.s. yang diutus kepada Fir’aun dan kaumnya. Kemudian penyembuhan penyakit buta, kulit belang-belang putih (sopak) serta menghidupkan orang-orang yang sudah mati, yang kesemuanya adalah mukjizat Nabi Isa a.s. Juga terbelahnya rembulan menjadi dua yang merupakan salah satu tanda kebenaran Rasul kita s.a.w.

c) Kecukupan, misalnya perlindungan bagi Rasulullah s.a.w., dan orang-orang yang menginginkan kejahatan kepadanya. Hal ini sering terjadi, ketika di Makkah sewaktu malam hijrah, ketika di dalam gua, lalu dalam perjalanan ke Madinah ketika bertemu dengan Suraqah bin Malik, lalu di Madinah ketika orang-orang Yahudi ingin menculiknya dan lain-lain. Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa Allah mencukupi Rasul-Nya dengan perlindungan, sehingga tidak memerlukan lagi kepada perlindungan makhluk lain.

IV. BERIMAN KEPADA SEGENAP RASUL

Beriman kepada segenap rasul ertinya membenarkan dengan seyakin-yakinnya bahawa Allah mengutus seorang rasul pada setiap umat untuk mengajak mereka beribadah kepada Allah semata-mata, tanpa menyekutukan-Nya dan untuk kufur kepada hal yang selain-Nya. Serta kepercayaan bahawa semua rasul adalah benar, mulia, luhur, mendapat petunjuk serta menunjuki orang lain. Mereka telah menyampaikan apa yang kerananya mereka diutus oleh Allah, tanpa menyembunyikan atau mengubahnya. Allah berfirman,

“...maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu,’ maka di antara umat itu ada orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (An-Nahl: 35-36)

Dan mempercayainya bahwa sebahagian mereka lebih utama sebagian yang lain, Allah berfirman,

“Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dan) mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. Dan kami berikan kepada Isa putra Maryam beberapa mukjizat serta Kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus.” (al-Baqarah: 253)

Juga percaya bahwa Allah telah menjadikan Nabi Ibrahirn dan Nabi Muhammad sebagai dua orang Khalil (kekasih) Allah. Dan Allah telah berbicara langsung dengan Musa a.s. serta telah mengangkat Nabi Idris pada tempat yang tinggi.

Iman kepada mereka semua adalah wajib. Siapa yang mengingkari seorang dari mereka maka ia telah kufur kepada semuanya, dan bererti pula telah kufur kepada Tuhan yang mengutus mereka, iaitu Allah. Allah berfirman,

“Rasul telah beriman kepada al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dan rasul-rasul-Nya’ dan mereka mengatakan, ‘Kami dengar dan kami taat.’ (Mereka berdoa), ‘Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali’.” (A1-Baqarah: 285)

Dan Allah berfirman,

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud membezakan antara Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan, ‘Kami beriman kepada yang sebahagian (dari rasul-rasul itu), dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain),’ serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (lain) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. Orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya dan tidak membeza-bezakan seorang pun di antara mereka, kelak Allah akan memberikan kepada mereka pahalanya. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nisa: 150-152)

Sebagaimana kita wajib beriman kepada mereka secara umum, nabi yang kita ketahui mahupun yang tidak, maka begitu pula kita wajib mengimani secara khusus kepada para rasul yang disebutkan namanya oleh Allah. Telah disebutkan di dalam al-Quran lebih dari 20 nama rasul iaitu: Nuh, Idris, Shalih, Ibrahim, Hud, Luth, Yunus, Ismail, Ishaq, Yaqub, Yusuf, Ayyub, Syu’aib, Musa, Harun, Ilyasa’, Dzulkifli, Daud, Zakariya, Sulaiman, Ilyas, Yahya, Isa dan Muhammad. Dengan meyakini bahwa Allah juga mempunyai rasul-rasul selain mereka. Sebagaimana firman-Nya,

“Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu...” (Ghafir/Mukmin 40: 78)

Inti dari iman kepada mereka adalah taat, patuh dan tunduk kepada mereka dengan mengikuti perintahnya dan menjauhi larangannya, dan mengharungi kehidupan ini berdasarkan manhaj mereka; kerana mereka adalah para penyampai wahyu Allah, dan mereka adalah suri tauladan bagi umatnya. Allah memelihara mereka dari kesalahan, Allah berfirman kepada Nabi-Nya,

“Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’ Katakanlah, ‘Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir’.” (Ali Imran: 31-32)

Maka taat kepada Allah dan beribadah kepada-Nya adalah dengan mengikuti mereka serta bertauladan kepada mereka.

Bukanlah termasuk iman kepada mereka jika pengangkatan dan pengagungan mereka melebihi batas kedudukan yang telah Allah berikan kepada mereka. Mereka adalah hamba dan jenis manusia yang Allah pilih dan siapkan untuk memikul risalah-Nya. Tabiat mereka adalah tabiat manusia. Mereka tidak memiliki hak uluhiyah (Ketuhanan). Mereka tidak mengetahui yang ghaib kecuali apa yang telah Allah beritahukan kepada mereka. Allah berfirman, memerintah Nabi Muhammad s.a.w., untuk menyampaikan kepada umatnya,

“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku...” (Al-Kahfi: 110)

“Katakanlah, ‘Aku tidak mengatakan kepadamu, bahawa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak ‘mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku’.” (Al-Anam: 50)

Allah telah mengisahkan ucapan Nabi Nuh kepada kaumnya,

“Dan aku tidak mengatakan kepada kaum (bahawa), ‘Aku mempunyai gudang-gudang rezeki dan kekayaan dari Allah, dan aku tiada mengetahui yang ghaib,’ dan tidak (pula) aku mengatakan, ‘Bahwa sesungguhnya aku adalah malaikat,’ dan tidak juga aku mengatakan kepada orang-orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu, ‘Sekali-kali Allah tidak akan mendatangkan kebaikan kepada mereka.’ Allah lebih mengetahui apa yang ada pada diri mereka; sesungguhnya aku, kalau begitu benar-benar termasuk orang-orang yang zhalim.” (Hud: 31)

Maka rasul pertama sampai rasul terakhir semuanya menafikan hak-hak istimewa ketuhanan dari diri mereka. Semuanya menjelaskan bahawa mereka bukanlah malaikat, tidak mengetahui yang ghaib dan tidak memiliki perbendaharaan Allah. Akan tetapi mereka adalah manusia yang diistimewakan oleh Allah s.w.t dengan menerima wahyu, dan mencapai puncak derajat kemanusian iaitu ubudiyah (penghambaan) yang murnii kepada allah Rabbul ‘alamin...

V. BERIMAN KEPADA MUHAMMAD SEBAGAI NABI DAN RASUL

Allah telah menyempurnakan agama ini untuk kita, dan telah menyempurnakan nikmat bagi kita, juga telah redha Islam sebagai agama kita; melalui tangan Rasul yang diutus sebagai rahmat bagi semesta alam, penutup para nabi dan rasul, Muhammad s.a.w. Beliau adalah Rasul Allah untuk bangsa jin dan manusia, sebagai pemberi khabar gembira dan ancaman, yang menyeru kepada Allah dengan seizin-Nya dan sebagai lampu yang menerangi.

Maka setiap orang yang mengetahui kerasulannya s.a.w., tetapi tidak mengimaninya, ia berhak menerima siksa Allah seperti orang-orang kafir lainnya. Allah berfirman,

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuredhai Islam itu menjadi agama bagimu.” (Al-Maidah: 3)

“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (AlAhzab: 40)

Sedangkan hadits yang menunjukkan khatmun nubuwwah (penutup kenabian) maka banyak sekali, di antaranya adalah sabda beliau,

“Sesungguhnya aku mempunyai banyak nama, aku adalah Muhammad, aku adalah Ahmad, aku adalah al-Mahi (penghapus) yang mana Allah menghapus kekufuran dengan diriku, aku adalah al-Hasyir (yang mengumpulkan) di mana manusia nanti akan dikumpulkan dihadapanku, aku adalah al-Aqib; Aqib adalah yang sesudahnya tidak ada nabi.” (HR. Muslim IV! 1828, lihat juga alBukhari VI/188)

Juga Sabda Rasulullah s.a.w.,

“Aku diistimewakan di atas para nabi dengan enam perkara: aku diberi jawami’ul-kalim (ungkapan yang mencakup makna yang luas), aku dimenangkan dengan rasa ketakutan (di hati musuh-musuhku), untukku dihalalkan ghanimah (rampasan perang), bagiku dijadikan bumi sebagai alat bersuci dan tempat sujud, dan aku diutus kepada makhluk semuanya, dan denganku para nabi ditutup.” (HR. Muslim 1/371, lihat Musnad Ahmad 11/412)

Dalam beberapa ayat dan hadits di atas terdapat dalil yang nyata dan jelas bahwa Allah s.w.t. telah menyempumakan nikmat-Nya untuk kita dengan menunjukkan kepada jalan yang litrus, dan telah menyempurnakan agama kita sehingga kita tidak perlu lagi kepada yang lainnya, juga tidak kepada nabi lain selain dari nabi kita s.a.w., karena Allah telah menjadikannya sebagai penutup para nabi, tidak ada yang halal kecuali yang sudah dihalalkannya, dan tidak ada yang haram melainkan yang sudah diharamkannya, serta tidak ada agama kecuali apa yang telah disyariatkannya. Beliau adalah utusan Allah kepada makhluk semuanya. Allah berfirman, memerintahkan Rasul-Nya untuk menyampaikannya,

“Katakanlah, ‘Hal manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua." (Al-A’raf: 158)

“Dan al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengan ia aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai al-Qur’an (kepadanya).” (Al-An’am: 19)

“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan.” (Saba’: 28)

Rasulullah bersabda sebagaimana dalam hadits di atas, “Dan aku diutus kepada makhluk secara keseluruhan.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Dan bersabda,

“Demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya! Tidak seorang pun mendengar tentang aku dan umat (manusia) ini, seorang Yahudi atau pun Nasrani, kemudian meninggal dunia dan tidak beriman kepada apa yang aku diutus kerananya, kecuali termasuk para penduduk neraka.” (HR. Muslim 1/134)

Jadi syahadah atau persaksian atas keesaan Allah dan kerasulan Muhammad adalah rukun pertama dan rukun Islam, yang Allah tidak menerima agama selainnya. Sebagaimana Rasulullah s.a.w. bersabda,

“Islam itu dibangun di atas lima rukun: Menyaksikan bahwa tiada sesembahan yang haq selain Allah dan bahawa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, mendirikan shalat, membayar zakat dan haji ke Baitullah serta puasa Ramadhan.” (HR. Muslim 1/45, lihat al-Bukhari 1/13)

Untuk menegakkan hujjah bagi segenap manusia sampai Hari Kiamat, Allah menjadikan al-Quranul Karim sebagai dalil dan bukti terkuat atas kenabian Muhammad s.a.w. Ia adalah mukjizat abadi, Allah menjamin untuk menjaga dan melindunginya dari tangan-tangan jahil dan kotor agar tetap manjadi bukti kebenaran Muhammad dan hujjah bagi Allah atas makhluk-Nya sampai Hari Kiamat.

Friday, November 16, 2007

020 - BERIMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH

BERIMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH

I. DEFINISI

Secara bahasa, كتب adalah bentuk jamak dari كتا ب . Sedangkan kitab adalah mashdar yang digunakan untuk menyatakan sesuatu yang ditulisi didalamnya. Ia pada awalnya adalah nama shahifah (lembaran) bersama tulisan yang ada di dalamnya.

Sedangkan menurut syariat, كتب adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada rasul-rasul-Nya agar mereka menyampaikannya kepada manusia dan yang membacanya bernilai ibadah.

II. BERIMAN KEPADA KITAB-KITAB

Beriman kepada kitab-kitab Allah adalah salah satu rukun iman. Maksudnya yaitu membenarkan dengan penuh keyakinan bahwa Allah s.w.t. mempunyai kitab-kitab yang diturunkan kepada hamba-hamba-Nya dengan kebenaran yang nyata dan petunjuk yang jelas. Dan bahwasanya ia adalah kalam Allah yang Ia firmankan dengan sebenarnya, seperti apa yang Ia kehendaki dan menurut apa yang Ia ingini.

Allah berfirman,

“Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Ia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya “(An-Nahl: 2)

Iman kepada-Nya adalah wajib, secara ijmal (global) dalam hal yang diijmalkan dan secara tafshil (rinci) dalam hal yang dirincikan.

Dalil-dalil atas Kewajiban Beriman Kepada Kitab-kitab:

Pertama: Dalil-dalil beriman kepadanya secara umum

1 - Firman Allah dalam surat al-Baqarah,

Katakanlah (hai orang-orang mukmin): “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’kub dan anak cucunya, dan apa yang telah diberikan kepada Musa dan ‘Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dan Rabbnya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. (Al-Baqarah: 136).

Segi istidlalnya adalah: Allah s.w.t. memerintahkan orang-orang mukmin agar beriman kepada-Nya dan kepada apa yang telah Ia turunkan kepada mereka melalui nabi mereka, Muhammad yaitu al-Qur’an, dan agar beriman kepada apa yang telah diturunkan kepada para nabi dan Tuhan mereka tanpa membedabedakan antara satu dengan yang lain, karena tunduk kepada Allah serta membenarkan apa yang diberitakan-Nya.

2 - Firman Allah dalam ayat lainnya,

“Rasul telah beriman kepada al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dan Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seorang pun (dengan yang lain) dan rasul-rasulNya,’ dan mereka mengatakan, ‘Ainpunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali’.” (A1-Baqarah: 285).

Ayat ini menjelaskan sifat iman Rasul dan iman para mukminin serta apa yang diperintahkan kepada mereka berupa iman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab dan para rasul, tanpa membeda-bedakan. Sehingga kufur kepada sebagian bererti kufur kepada mereka semuanya.

3 - Firman Allah dalani surat an-Nisa,

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya, serta kitab yang Allah tururkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepda Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan Hari Kemudian maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (An-Nisa’: 136).

Segi istidlalnya adalah Allah s.w.t. memerintahkan manusia agar beriman kepada-Nya, kepada Rasul-Nya, dan kepada kitab-Nya yang diturunkan kepada Rasulullah yakni al-Quran, juga kepada kitab-kitab yang diturunkan sebelum al-Qur’an. Kemudian Allah menyamakan kufur kepada malaikat, kitab-kitab, para rasul dan Hari Akhir dengan kufur kepada-Nya.

4 - Sabda Rasullullah dalam hadits Jibril tentan iman,

“Yaitu hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, Hari Akhir dan beriman kepad takdir yang baik maupun yang buruk.” (HR. al-Bukhari, 1/19- 20 dan Muslim, 11/37)

Maka Rasulullah menjadikan iman kepada kitab-kital Allah sebagai salah satu rukun iman.

Kedua: Wajib beriman kepada kitab-kitab secara rinci

Kita wajib mengimani secara rinci kitab-kitab yang sudal dise-butkan namanya oleh Allah, yakni al-Qur’an dan kitabkitab yang lain yaitu:

a. Shuhuf lbrahim dan Musa a.s.. Allah berfirman,

“Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran Musa? Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji?” (An-Najm: 36-37).

“Sesungguhnya mi benar-benar terdapat dalam shuhuf (lembaran- lemba ran) yang dahulu, (yaitu) shuhuf Ibrahim dan Musa.” (AlAla: 18-19).

b. Taurat, yaitu kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa

Allah berfirman,

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat yang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi) “(Al-Maidah: 44)

“Allah, tidak ada sembahan yang haq melainkan Dia. Yang hidup kekal lagi senantiasa berdiri sendiri. Dia menurunkan al-K itab (al-Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil, sebelum (al-Qur’an), menjadikan petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan al-Furqan. Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat; dan Allah Maha perkasa lagi mempunyai balasan (siksa).” (Ali Imran: 2-4).

c. Zabur, yaitu kitab yang Allah turunkan kepada Nabi Daud a.s. Allah berfirman,

“...dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” (An-Nisa: 163)

d. Injil, yaitu kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Isa a.s. Allah berfirman,

“Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi-nabi Bani Irail) dengan ‘Isa putera Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, iaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil sedang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, iaitu kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertaqwa.” (Al-Maidah: 46).

Beriman kepada kitab-kitab yang telah Allah sebutkan di dalam al-Quran adalah wajib. Yakni beriman bahwa masing-masing adalah kitab Allah yang di dalamnya terdapat nur dan hidayah yang Dia turunkan kepada para rasul yang telah Dia sebutkan. Semuanya, sebagaimana al-Qur’an mengajak kepada pengesaan Allah dalam ibadah. Semua kitab itu sama dalam hal ushul sekalipun berlainan dalam syariatnya.

Allah berfirman,

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu “(An-Nahl: 36)

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami mewahyukan kepadanya, ‘Bahwasanya tidak ada Sesembahan yang haq melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekelian akan Aku’.” (al-Anbiya’: 25)

Al-Quran menjelaskan bahwa semua rasul mengajak kaumnya kepada tauhid. Allah menceritakan kepada kita ucapan mereka,

“...sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada sesembahan yang haq bagimu selain dari-Nya.” (Al-Araf: 65, 73, 85)

Rasulullah s.a.w. bersabda,

“Para nabi itu adalah saudara se-ayah, ibu mereka berlainan, tetapi din mereka adalah satu.” (HR. Muslim, IV/1837).

Ketiga: Kitab-kitab yang ada pada ahli kitab

Sesungguhnya apa yang ada di tangan ahli kitab yang mereka namakan sebagai kitab Taurat dan Injil dapat dipastikan bahwa ia termasuk hal-hal yang tidak benar penisbatannya kepada para nabi Allah. Maka tidak boleh dikatakan bahawa Taurat yang ada sekarang adalah Taurat yang dahulu diturunkan kepada Nabi Musa Juga Injil yang ada sekarang bukanlah Injil yang diturunkan kepada Nabi ‘Isa. Jadi, keduanya bukanlah kedua kitab yang kita diperintahkan untuk mengimaninya secara rinci. Dan tidak benar mengimani sesuatu yang ada dalam keduanya sebagai kalam Allah, kecuali yang ada dalam al-Quran lalu dinisbatkan kepada keduanya.

Kedua kitab tersebut telah dinasakh (dicabut masa berlakunya) dan diganti oleh al-Quran. Allah menyebutkan terjadinya pengubahan dan pemalsuan terhadap keduanya di lebih dan satu tempat dalam al-Quran.

Allah berfirman,

“Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah memahaminya, sedang mereka mengetahui?” (Al-Baqarah: 75).

“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya. Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah perkataan (Allah) dan tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dan apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit di antara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. Dan di antara orang-orang yang mengatakan, Sesungguhnya kami ini orang-orang Nasrani, ada yang telah Kami ambil perjanjian mereka, tetapi (mereka) sengaja melupakan sebahagian dari apa yang mereka telah diberikan peringatan dengannya; maka Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai Hari Kiamat. Dan kelak Allah akan memberikan kepada mereka apa yang selalu mereka kerjakan. Hai ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi al-Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya.” (Al-Maidah: 13-15).

Di antara bentuk pengubahan yang dilakukan ahli kitab alah penisbatan anak kepada Allah. Mahasuci Allah dan yang demikian, mereka mengatakan,

“Orang-orang Yahudi berkata, ‘Uzair itu putera Allah’ dan orang-orang Nasrani berkata, ‘Al-Masih itu putera Allah.’ Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?” (At-Taubah: 30).

Begitu pula permusuhanan orang-orang Nasrani terhadap Nabi serta perkataan mereka bahwa Allah adalah salah satu oknum dari tiga unsur (atau yang lebih dikenal dengan kepercayaan/i’tiqad ‘trinitas’, pent.)

Allah berfirman,

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, Sesungguhnya Allah ialah ‘al-Masih putera Maryam’, padahal al-Masih (sendiri) berkata, ‘Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.’ Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Syurga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun. Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga’, padahal sekali-kali tidak ada sesembahan selain dari Allah Yang Maha Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (Al-Maidah 72-73).

Allah menjelaskan bahwa mereka telah mengubah firman-Nya. Mereka melalaikan peringatan-peringatan Allah serta menisbatkan kepada-Nya apa yang Allah Mahasuci dan bersih danpadanya. Mereka menuhankan yang lain-Nya bersama-Nya, dan berbagai hal lain yang mereka susupkan ke dalam kitab-kitab mereka. Dengan demikian tidak sah dan tidak benar penisbatan kitab-kitab ini kepada Allah.

Di samping itu ada beberapa hal yang lebih menguatkan ketidak-benaran penisbatan ini kepada Allah di samping apa yang dinyatakan dalam al-Qur’an iaitu antara lain:

a. Sesungguhnya apa yang ada di tangan ahli kitab yang mereka yakini sebagai kitab suci adalah bukan naskah (nuskhah) yang ash, akan tetapi teiemahannya.

b. Bahwa kitab-kitab itu telah dicampuni dengan perkataan para ahli tafsir (mufassir) dan para ahli sejarah (muarrikh), juga orang-orang yang mengambil kesimpulan hukum dari sejenisnya.

c. Tidak benar penisbatannya kepada rasul, karena tidak mempunyai sanad yang dapat dipercaya (dipertanggungjawabkan). Taurat ditulis sesudah Nabi Musa berselang beberapa abad. Adapun Injil-injil yang ada, semuanya dinisbatkan kepada pengarang atau penulisnya, lagi pula telah dipilih dari Injil-injil yang bermacam-macam.

d. Kepelbagaian naskah serta kontradiksi yang ada di dalamnya menunjukkan secara yakin atas perubahan dan pemalsuannya.

e. Injil-injil itu berisi akidah-akidah yang rusak dalam menggambarkan Sang Pencipta dan menyifati-Nya dengan sifat-sifat kekurangan. Begitu pula menyifati para nabi dengan sifat-sifat kotor. Karena itu orang Islam wajib meyakini bahwa kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru bukanlah kitab yang diturunkan Allah kepada rasul-Nya, bahkan kitab-kitab itu adalah karangan mereka sendiri. Maka kita tidak membenarkan sesuatu darinya kecuali apa yang dibenarkan oleh al-Quran yang mulia dan as-Sunnah yang disucikan. Dan kita mendustakan apa yang didustakan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah. Kita tidak berkomentar tentang sesuatu yang tidak dibenarkan atau didustakan oleh al-Quran, karena ia mengandungi kemungkinan benar atau dusta. Wallahu a’lam!

Keempat: Al-Qur’anul Karim

A) Definisi al-Qur’an

Al-Quran menurut bahasa adalah bentuk masdar, seperti al-qira’ah. Anda mengungkapkan,

قرأت الكتب قراءة وقرانا

“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.” (Al-Qiyamah: 17)

Qur‘anahu maksudnya adalah qira ‘atahu. Kemudian masdar mi dinukil dan dijadikan sebagai nama atau sebutan bagi kitab yang diturunkan kepada nabi Muhammad , dan menjadi nama yang baku baginya.

Disebut al-Quran karena ia mencakup inti (buah), kitab-kitab Allah kesemuanya, sebagaimana firman Allah,

“Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an). Untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan khabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (An-Nahl: 89)

Sedangkan menurut istilah al-Quran itu adalah Kalam Allah yang mu‘jiz (yang melemahkan dan menundukkan orang-orang yang menentangnya) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Muhammad, dalam bentuk wahyu, yang ditulis di dalam mushhaf dan dihafal di dalam dada, yang dibaca dengan lisan dan didengar oleh telinga, yang dinukil kepada kita secara mutawatir, tanpa ada keraguan, dan membacanya dinilai ibadah.

B) Al-Quran Adalah Kalam Allah

Madzhab umat terdahulu dan ulama salaf mengatakan, ‘Sesungguhnya al-Quran adalah Kalam Allah dengan lafazh dan maknanya, diturunkan dan ia bukan makhluk, didengar oleh Jibril daripada-Nya kemudian ia menyampaikannya kepada Nabi Muhammad, lalu Nabi Muhammad s.a.w. menyampaikannya kepada para sahabathya. Dialah yang kita baca dengan lisan kita, yang kita tulis dalam mushaf kita, dan kita hafal dalam dada kita serta kita dengar dengan telinga kita. Karana firman Allah,

“Dan jika seseorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah (At-Taubah: 6)

Dan hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim dan lainnya dan Ibnu Umar,

“Bahwasanya Rasulullah melarang membawa al-Qur’an ke negeri musuh.” (HR. al-Bukhari, IV/68 dan Muslim,III/ 1490- 1491).

Juga kerana hadits Rasulullah,

“Hiasilah olehmu al-Qur’an itu dengan suara-suaramu!” (HR. Ahmad, IV/283; dan lihat Shahih al-Bukhari, IX/193)

Di dalam ayat yang mulia tersebut Allah s.w.t. menyebutkan atau menamakan apa yang didengar yaitu apa yang dibacakan di hadapan orang-orang musyrik oleh Rasulullah sebagai “Kalamullah”.

Dalam hadits pertama baginda Nabi menyebut apa yang ditulis itu adalah al-Quran.

Sebagaimana Allah juga telah berfirman tentang al-Qur’an,

“Sesungguhnya al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh).” (Al-Waqi’ah: 77- 78)

Kemudian dalam hadits kedua Rasulullah menamakan apa yang dibaca sebagai al-Qur’an.

Adapun dalil-dalil tentang keberadaannya diturunkan oleh Allah dan bukan oleh makhluk adalah banyak sekali, seperti firman Allah,

“Dia dibawa turun oleh ar-Ruh al-Am in (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.” (Asy-Syu’ara’: 193-195).

“Haa Miim. Diturunkan Kitab ini (al-Qur’an) dan Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui.” (A1-Mu’min/Ghafir: 1-2).

Dalam ayat-ayat tersebut terdapat nash serta pernyataan yang jelas bahwa al-Quran itu diturunkan dari sisi Allah s.a.t.. Tidak sah perkataan bahwa al-Quran dan kitab-kitab Allah yang lain itu adalah makhluk, kerana kitab-kitab itu adalah Kalam Allah, sedangkan Kalam Allah adalah sifat-Nya, dan sifat-Nya bukan makhluk.

Iman kepada segenap apa yang kita paparkan di atas tentang ai-Quran adalah wajib. Sebagaimana wajibnya mengimani bahwa ía adalah kitab yang paling diturunkan dari sisi Allah, yang datang untuk membenarkan dan mendukung kebenaran yang telah datang dalam kitab-kitab Allah terdahulu, juga untuk menjelaskan pengubahan dan pemalsuan yang terjadi padanya. Sebagaimana firman Allah,

“Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu.” (A1-Maidah: 48)

Dan ia datang dengan syariat yang universal, umum berlaku untuk setiap zaman dan tempat, menghapus syariat-syariat sebelumnya, dan ia wajib diikuti oleh setiap orang yang mendengar khabarnya sampai Hari Kiamat. Allah tidak menerimanya dan siapa pun selainnya setelah ia diturunkan, sebagai disabdakan oleh baginda Rasul,

“Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya, tidak seorang pun dari umat (manusia) ini yang mendengar tentang aku, seorang Yahudi mahupun Nasrani, kemudian ia mati dan tidak beriman kepada ajaran yang aku bawa, melainkan ia adalah termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim, 1/134)

Hadits ini sangat jelas pernyataannya bahawa syariat Nabi Muhammad, adalah menghapus syariat-syariat sebelumnya.

C. Pemeliharaan Allah terhadap al-Qur’an

Al-Quran yang diturunkan kepada penutup para nabi adalah Kitab Allah yang paling akhir diturunkan kepada manusia. Ia menghapus berlakunya syariat-syariat sebelumnya.

Karena itu ia datang dengan lengkap, mencakup semua yang dibutuhkan manusia dalam kehidupan dunia hingga Hari Kiamat, serta membawa mereka ke taman kebahagiaan di akhirat, manakala mereka mengikuti ajaran-ajarannya dan berjalan di atas manhajnya.

Allah menjamin memeliharanya agar boleh menjadi hujjah atas umat manusia. Allah berfirman,

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr: 9).

“Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari al-Qur’an ketika al-Qur’an itu datang kepada mereka, (mereka itu pasti akan Celaka), dan sesungguhnya al-Qur’an itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (al-Qur’an) kebatilan, baik dari depan mahu pun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji.” (Fushshilat: 41-42).

Dan kesempurnaan pemeliharaan al-Quran mengharuskan pemeliharaan tafsirnya, iaitu Sunnah Rasul s.a.w.

Jadi al-Quran yang ada di tangan kita sekarang adalah al-Quran yang diturunkan kepada Rasul kita Muhammad dengan keseluruhan dan rinciannya, tidak dinodai oleh tangan-tangan jahil dan tidak akan tersentuh olehnya, bahkan akan tetap (tidak berubah) sebagaimana saat ia diturunkan sampai diangkat di akhir zaman nanti, di dalamnya terdapat penjelasan atas hidayah dan nur, sumber rujukan manusia dalam akidah dan syariatnya. Dan nash-nashnya mereka beristinbat (menentukan kesimpulan hukum) untuk menentukan hukum bagi segala yang mereka temui dalam kehidupannya. Dialah kata akhir (kata pemutus), dia adalah hablullah (tali Allah) yang kuat, dzikrullah yang penuh hikmah dan jalan-Nya yang lurus. Dengannya hawa nafsu tidak akan tersesat dan dengannya pula lisan tidak akan terpeleset/menyimpang.

Rasulullah telah menjelaskan al-Quran ini kepada manusia dengan sabda-sabdanya, perbuatan dan ketetapannya. Allah berfirman,

“Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (An-Nahl: 44).

D. Menentang dengan al-Quran

Allah telah menjadikan banyak bukti kebenaran para nabi sesuai dengan apa yang terkenal di kalangan kaumnya. Oleh karena tersohornya sihir dalam masyarakat Mesir pada zaman Firaun, maka datanglah Nabi Musa dengan mukjizat yang boleh mengubah tongkat menjadi seekor ular besar dan mengeluarkan dari tangannya sinar putih mengkilau setelah ia memasukkannya ke saku bajunya.

Kemudian datang Nabi Isa dengan mukjizat menghidupkan orang-orang yang sudah mati, menyembuhkan kebutaan dan kulit belang-belang (sopak); karena umatnya sangat mengagungkan ilmu ketabiban/perubatan. Hal ini sangat menepati dalam membuktikan kebenaran orang yang mendakwakan (dinnya sebagai nabi atau tuhan), karena umat sudah mengetahui bukti atau dalil yang sejenis.

Sedangkan Rasulullah s.a.w., penutup para nabi, diutus di tengah-tengah umat yang sangat mencurahkan perhatiannya di bidang sastera, maka sangatlah tepat kedatangan beliau dengan membawa kitab suci ini, kerana ia merupakan satu jenis dengan keahlian mereka. Al-Qur’an adalah Bahasa Arab yang nyata. Lebih dari itu, ia adalah puncak dalam kefasihan dan balaghah, bahkan berada jauh di atas kemampuan mereka semua. Sehingga mereka meyakini ia bukanlah bikinan manusia, karena ia di luar jangkauan mereka. Di samping itu, al-Quran mempunyai pengaruh luar biasa dalam jiwa mereka ketika mendengarnya. Akan tetapi, karena kebatilan sudah mendarah daging dalam tubuh mereka membuat mereka bersikeras untuk tidak mendengarnya serta melarang Rasulullah, membacanya di hadapan orang banyak dalam perkumpulan-perkumpulan dan acara-acara resmi. Seperti yang diceritakan Allah dalam surat Fushshilat,

“Dan orang-orang yang kafir berkata, ‘Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan al-Qur’an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan (mereka).” (Fushshilat: 26)

Orang kafir Quraisy telah berbuat salah besar ketika mengatakan, al-Qur’an itu bukanlah dari Allah. Maka Allah menentang mereka agar mendatangkan semisal al-Qur’an dan Dia menyatakan bahawa mereka tidak akan mampu untuk itu, dan tentangan ini berlaku untuk mereka yang beranggapan seperti itu, baik manusia mahupun jin, sampai Hari Kiamat.

Allah berfirman,

“Katakanlah, ‘Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa al-Qur’an ini, nescaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan ia, sekalipun mereka menjadi pembantu bagi sebahagian yang lain.” (Al-Isra’: 88)

Kemudian Allah menurunkan lagi (mengurangi) tantangan itu dengan menentang mereka agar mendatangkan sepuluh surat saja seperti surat-surat al-Qur’an, jika memang benar al-Qur’an itu seperti yang mereka tuduhkan. Allah berfirman,

“Bahkan mereka mengatakan, ‘Muhammad telah membuat-buat al-Qur’an itu’. Katakanlah, ‘(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang benar-benar orang yang benar.” (Hud: 13)

Kemudian Allah menurunkan kembali tantangannya dan meminta agar mereka mendatangkan satu surat saja jika memang benar bahwa al-Qur’an itu buatan manusia. Allah benfirman,

“Dan (patutkah) mereka mengatakan, ‘Muhammad membuat-buatnya.’ Katakanlah, ‘(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cubalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar’.” (Yunus: 38)

Lalu Allah mengulangi cabaran ini bagi siapa saja yang meragukan kebenaran al-Qur’an agar ia membuat satu surat saja, dan Allah meyakinkan lagi bahwa mereka tidak akan mampu, Allah berfirman,

“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang memang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) dan pasti kamu tidak dapat membuat(nya), maka peliharalah dirimu dan Neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (A1-Baqarah: 23-24).

Termasuk dalam tantangan di atas iaitu agar mereka membuat satu surat terpendek, dari surat yang terpendek dalam alQur’an adalah terdiri dari tiga ayat. Ini benar-benar amat jitu dalam mematahkan tuduhan mereka. Allah berfirman,

“Tidaklah mungkin al-Qur’an ini dibuat oleh selain Allah...” (Yunus: 37).

Itu semua dikeranakan kafasihan dan balaghah al-Qur’an yang di luar kemampuan makhluk untuk mendatangkan yang semisalnya. Maka dia adalah mukjizat yang kekal abadi, melemahkan orang-orang yang memiliki puncak kefasihan dan balaghah. Lalu bagaimana lagi dengan orang-orang yang berada di bawah kemampuan mereka.

Di samping itu, al-Qur’an juga memuat bukti-bukti yang banyak sekali yang sulit dihitung selain mukjizat tentangan tersebut. Di antaranya, kandungan al-Quran yang berisi khabar-khabar ghaib, baik yang sudah lepas mahupun yang akan datang, hukum-hukum yang praktiknya akan mewujudkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, menjadikan manusia merenungkan alam (semesta) dan segala isinya, juga merenungkan dirinya berikut penciptaannya yang semuanya itu berasal dari Dzat Yang Mahabijaksana dan Maha Mengetahui, tidak ada yang samar dari-Nya. Dia Maha kuasa atas segala sesuatu, dan di Tangan-Nya lah segala kebaikan, Dialah Sang Pencipta Yang Maha Mengetahui.

Thursday, November 15, 2007

019 - BERIMAN KEPADA MALAIKAT

BERIMAN KEPADA MALAIKAT

I. DEFINISI MALAIKAT

Menurut bahasa ملائكة bentuk jama’ dari ملك. Dikatakan ia berasal dan kata (risalah), dan ada yang menyatakan dan (mengutus), dan ada pula yang berpendapat selain dan keduanya.

Adapun menurut istilah, ia adalah salah satu jenis makhluk Allah yang Ia ciptakan khusus untuk taat dan beribadah kepadaNya serta mengerjakan semua tugas-tugas-Nya. Sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya,

“Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) mereka letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.” (Al-Anbiya: 19-20).

“Dan mereka berkata, ‘Tuhan yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak’, Mahasuci Allah. Sebenarnya (malaikatmalaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka itu tiada mendahuluiNya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintahNya.” (Al-Anbiya’: 26-27).

II. KEPERCAYAAN MANUSIA TENTANG MALAIKAT SEBELUM ISLAM

Wujud malaikat diakui dan tidak diperselisihkan oleh umat manusia sejak dahulu kala. Sebagaimana tidak seorang jahiliyah pun diketahui mengingkarinya, meskipun cara penetapannya berbeda-beda antara pengikut para nabi dengan yang lainnya.

Orang-orang musyrik menyangka para malaikat itu anakanak perempuan Allah Subhanallah (Mahasuci Allah). Allah telah membantah mereka dan menjelaskan tentang ketidaktahuan mereka dalam firman-Nya,

“Dan mereka menjadikan malaikat-malaikat yang mereka itu adalah hamba-hamba Allah Yang Maha Pemurah sebagai orang-orang perempuan. Apakah mereka men yaksikan penciptaan malaikatmalaikat itu? Kelak akan dituliskan persaksian mereka dan mereka akan dimintai pertanggungjawabannya.” (Az-Zukhruf: 19).

“Atau apakah kami menciptakan malaikat-malaikat berupa perempuan dan mereka menyaksikan(nya)? Ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka dengan kebohongannya benar-benar mengatakan, ‘Allah beranak’. Dan sesungguhnya mereka benar-benar orang yang berdusta.” (Ash-Shaffat: 150-152).

III. BERIMAN KEPADA MALAIKAT

Iman kepada malaikat adalah rukun iman yang kedua. Maksudnya yaitu meyakini secara pasti bahwa Allah mempunyai para malaikat yang diciptakan dan nur, tidak pernah mendurhakai apa yang Allah perintahkan kepada mereka dan mengerjakan setiap yang Allah titahkan kepada mereka.

Dalil-dalil yang mewajibkan beriman kepada malaikat:

1. Firman Allah dalam surat al-Baqarah,

“Rasul telah beriman kepada al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dan Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitabkitabNya dan rasul-rasulNya...” (Al-Baqarah: 285).
Allah menjadikan iman mi sebagai akidah seorang mukmin.

2. Firman Allah pada ayat lainnya,

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu adalah beriman kepada Allah, Hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab- kitab, dan nabi-nabi...” (Al-Baqarah: 177).

Allah mewajibkan percaya kepada hal-hal tersebut di atas dan mengafirkan orang-orang yang mengingkarinya. Allah berfirman, dan barangsiapa kafir kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, dan Han Kemudian, maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (An-Nisa’: 136).

3. Sabda Rasulullah ketika menjawab pertanyaan Jibril tentang iman,

“Iaitu engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, dan Hari Akhir, dan engkau beriman kepada takdir, yang baik mahu pun yang buruk.” (HR. Muslim, 1/37 dan al-Bukhari, 1/19-20).

Rasulullah menjadikan iman itu adalah dengan mempercayai semua yang disebut tadi. Sedangkan iman kepada malaikat adalah sebagian dari iman tersebut. Keberadaan malaikat ditetapkan berdasarkan dalil-dalil yang pasti (qath‘iy), sehingga mengingkarinya adalah kufur berdasarkan ijma’ umat Islam, karena ingkar kepada mereka bererti menyalahi kebenaran al-Quran dan as-Sunnah.

IV. MACAM-MACAM MALAIKAT DAN TUGASNYA

Malaikat adalah hamba Allah yang dimuliakan dan utusan Allah yang dipercaya. Allah menciptakan mereka khusus untuk beribadah kepada-Nya. Mereka bukanlah putera-puteri Allah dan bukan pula putera-puteri selain Allah. Mereka membawa risalah Tuhannya, dan menunaikan tugas masing-masing di alam ini. Mereka juga bermacam-macam, dan masing-masing mempunyai tugas-tugas khusus. Di antara mereka adalah:

1 - Malaikat yang ditugaskan menyampaikan (membawa) wahyu Allah kepada para rasul-Nya, Ia adalah ar-Ruh al-Amin atau Jibril. Allah berfirman,

“Dia dibawa turun oleh ar-Ruh al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan.” (Asy-Syuara: 193-194).

Allah menyifati Jibril dalam tugasnya menyampaikan al-Qur’an dengan sifat-sifat yang penuh pujian dan sanjungan,

“Sesungguhnya al-Qur’an itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai ‘Arsy, yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya.” (At-Takwir: 19-21).

2 - Malaikat yang diserahi urusan hujan dan pembagiannya menurut kehendak Allah. Hal ini ditunjukkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim dari Abu Hurairah dan Nabi s.a.w. beliau bersabda,

“Tatkala seorang laki-laki bërada di tanah 4lapang (gurun) dia mendengar suara di awan, ‘Siramilah kebunfulan,’ maka menjauhlah awan tersebut kemudian menumpahkan air di suatu tanah yang berbatu hitam, maka saluran air di situ dan saluransaluran yang ada telah memuat air seluruhnya...” (HR. Muslim, 4/2288).
mi menunjukkan bahwa curah hujan yang dilakukan malaikat sesuai dengan kehendak Allah s.w.t.

3 - Malaikat yang diberikan trompet, iaitu Israfil, Ia meniupnya sesuai dengan perintah Allah dengan tiga kali tiupan: tiupan faza’ (ketakutan), tiupan sha’aq (kematian) dan tiupan ba’ts (kebangkitan). Begitulah yang disebut Ibnu Jarir dan mufassir lainnya ketika menafsirkan firman Allah,

“...di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan nampak. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (Al-Anam: 73).

Dan firman Allah,

“...kemudian ditiup lagi sangkakala, lalu Kami kumpulkan mereka itu semuanya.” (Al-Kahfi: 99),

Dan ayat-ayat lainnya yang ada sebutan, “an-nafkhu fishshur” (meniup terompet).

4 - Malaikat yang ditugasi mencabut ruh, yakni malaikat maut dan rakan-rakannya. Tentang tugas malaikat ini Allah berfirman,

“Katakanlah, ‘Malaikat maut yang ditugaskan untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu; kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan.” (As-Sajdah: 11).

“...sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajiban.” (AlAnam: 61).

5 - Para malaikat penjaga syurga. Allah mengabarkan mereka ketika menjelaskan perjalanan orang-orang bertakwa dalam firman-Nya,

“Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam syurga berombong-rombong (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke syurga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya, ‘Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu! Maka masukilah syurga ini, sedang kamu kekal didalamnya’.” (Az-Zumar:73).

6 - Para malaikat penjaga Neraka Jahanam, mereka itu adalah Zabaniyah. Para pemimpinnya ada 19 dan pemukanya adalah Malik. Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah ketika menyifati Neraka Saqar,

“Tahukah kamu apakah (Neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. (Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia. Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan malaikat.” (Al-Muddatstsir: 27-30).

Dan Allah bercerita tentang penduduk neraka,

“Mereka berseru, ‘Hai Malik, biarlah Tuhanmu membunuh kami saja.’ Dia menjawab, ‘Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini)’.” (Az-Zukhruf: 77).

7 - Para malaikat yang ditugaskan menjaga seorang hamba dalam segala urusan-nya. Mereka adalah Mu’aqqibat, sebagaimana yang diberitakan Allah dalam firman-Nya,

“Sama saja (bagi Tuhan), siapa di antaramu yang merahasiakan ucapannya, dan siapa yang berterus terang dengan uca pan itu, dan siapa yang bersembunyi di malam han dan yang berjalan (menampakkan din) di siang han. Bagi manusia ada malaikatmalaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (Ar-Rad:10-11).

Dan firman Allah,

“Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga...” (A1-An’am: 61).

8 - Para malaikat yang ditugaskan mengawasi amal seorang hamba, amal yang baik mahupun amal yang buruk. Mereka adalah al-Kiram al-Katibun (para pencatat yang mulia). Mereka masuk dalam golongan Hafazhah (para penjaga), sebagaimana firman Allah,

“Apakah mereka mengira bahwa Kami tidak mendengar rahsia dan bisikan-bisikan mereka? Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami selalu mencatat di sisi mereka.” (Az-Zukhruf: 80).

“(Iaitu) ketika dua malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaf: 17-18).

“Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Infithar: 10-12).

Dan ayat-ayat serta hadits-hadits yang menyebut tentang mereka banyak sekali.

V. HUBUNGAN MALAIKAT DENGAN MANUSIA

Allah mewakilkan kepada malaikat urusan semua makhluk termasuk urusan manusia. Jadi mereka mempunyai hubungan yang erat dengan manusia semenjak ia berupa sperma. Hubungan ini disebutkan Imam Ibnul Qayyim dalam kitabnya “Ighatsatul Lahfan’, beliau berkata, Mereka diserahi urusan penciptaan manusia dan satu fasa ke fasa yang lain, pembentukannya, penjagaannya dalam tiga lapis kegelapan, penulisan rezeki, amal, ajal, nasib celaka dan bahagianya, menyertainya dalam segala urusan-nya, penghitungan ucapan dan perbuatannya, penjagaannya dalam hidupnya, pencabutan ruhnya ketika meninggal, pembawa ruhnya ketika meninggal, pembawa ruhnya ketika untuk diperlihatkan kepada Penciptanya.

Merekalah yang ditugasi mengurus adzab dan nikmat dalam alam barzakh dan sesudah kebangkitan. Mereka yang ditugasi membuat alat-alat kenikmatan dan adzab, Mereka yang meneguhkan (iman) bagi hamba yang mukmin dengan izin Allah, yang mengajarkan baginya apa yang bermanfaat, yang berperang membelanya. Merekalah para walinya (penolongnya) di dunia dan di akhirat. Mereka yang menjanjikannya kebaikan dan mengajak kepadanya, melarang kejahatan serta memperingatkannya. Maka mereka adalah para wali dan ansharnya, penjaga dan mu ‘allim (pengajar)nya, penasihat yang berdoa dan beristighfar untuknya, yang selalu bershalawat atasnya Selama ia mengajarkan kebaikan untuk manusia. Mereka yang memberi khabar gembira dengan karamah Allah ketika tidur, mati dan ketika dibangkitkan. Merekalah yang membuatnya zuhud di dunia dan menjadikannya cinta kepada akhiratnya. Mereka yang mengingatkan ketika ia lupa, yang menggiatkannya ketika ia malas, dan menenangkannya ketika ia panik. Mereka yang mengupayakan kebaikan dunia dan akhiratnya. Merekalah para utusan Allah dalam mencipta dan mengurusnya. Mereka adalah safir (duta) penghubung antara Allah dan hamba-Nya. Turun dengan perintah dari sisi-Nya di seluruh penjuru alam, dan naik kepada-Nya dengan perintah (membawa urusan).”

Sedangkan dalil-dalil keterangan di atas adalah al-Qur’an dan as-Sunnah yang tentunya amat panjang jika disebutkan, di samping memang dalil-dalil itu terkenal dan masyhur.

018 - BERIMAN KEPADA ALLAH

BERIMAN KEPADA ALLAH

Yaitu keyakinan yang sesungguhnya bahwa Allah adalah wahid (satu), ahad (esa), fard (sendiri), shamad (tempat bergantung), tidak mengambil shahibah (teman wanita atau isteri) juga tidak memiliki walad (seorang anak). Dia adalah pencipta dan pemilik segala sesuatu, tidak ada sekutu dalam kerajaan-Nya. Dialah al-Khaliq (yang menciptakan), ar-Raziq (Pemberi rizki), al-Mu’thi (Pemberi anugerah), al-Mani’ (Yang Menahan pemberian), al-Muhyi (Yang Menghidupkan), al-Mumit (Yang Mematikan) dan yang mengatur segala urusan makhluknya.

Dialah yang berhak disembah, bukan yang lain, dengan segala macam ibadah, seperti khudhu’ (tunduk), khusyu , khasyyah (takut), inabah (taubat), qashd (niat), thalab (memohon), doa, menyembelih, nadzar dan sebagainya.

Termasuk beriman kepada Allah adalah beriman dengan segala apa yang Dia kabarkan dalam kitab suciNya atau apa yang diceritakan oleh Rasul-Nya, tentang Asma dan sifatsifat-Nya dan bahwasanya Dia tidak sama dengan Makhluk-Nya, dan bagi-Nya kesempurnaan mutlak dalam semua hal tersebut, dengan menetapkan tanpa tamtsil (menyerupakan) dan dengan menyucikannya tanpa ta’thil (menghilangkan maknanya) sebagaimana Dia mengabarkan tentang diri-Nya dengan firman-Nya,

بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صَاحِبَةٌ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (١٠١)ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لا إِلَهَ إِلا هُوَ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ فَاعْبُدُوهُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ

(Dia lah) Yang menciptakan langit dan bumi. Bagaimanakah ia mempunyai anak sedang Dia tidak mempunyai isteri? Dia Yang menciptakan tiap-tiap sesuatu, dan Dia lah Yang Maha mengetahui akan segala-galanya. Yang demikian (sifat-sifatNya dan kekuasaan-Nya) ialah Allah Tuhan/Rabb kamu, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menciptakan tiap-tiap sesuatu, maka beribadatlah kamu kepada-Nya. Dan Dia lah yang mentadbirkan segala-galanya. (al-An’am 6: 102-103)

Demikianlah, dan sungguh ayat-ayat serta hadis-hadis yang menunjukkan makna iman dan pencarian iman sangat banyak dan panjang untuk ditulis...